SAYA tentu seperti Anda, sedih bercampur marah mengetahui tragedi di Stadion Kanjuruhan, beberapa hari yang lalu.
Kita sedih karena ada banyak korban pada kejadian itu. Kita juga marah, mengapa petugas sampai tidak bisa mengendalikan situasi.
Kita juga malu, karena negara yang kita cintai ini menjadi terkenal di seluruh dunia. Bukan karena prestasinya, namun karena korban yang luar biasa banyak, kedua terbesar sepanjang sejarah sepak bola dunia.
Dan tragedi itu hanya sebulan menjelang pertemuan G20, di mana kepala-kepala negara terkenal akan hadir di Bali.
Mungkin seperti Anda, saya sampai tidak bisa melakukan kegiatan rutin selain yang pokok selama dua-tiga hari setelah kejadian itu.
Bahkan saya enggan menyalakan televisi karena tidak ingin perasaan saya semakin tersayat jika melihat kejadian itu.
Saya hanya membaca berita, analisis dan komentar dari media sosial tentang tragedi itu.
Terbaca banyak yang menyalahkan petugas karena menggunakan gas air mata untuk mencegah oknum penonton mendekati pemain dan official di tengah lapangan.
Namun ada juga yang menganggap polisi sudah benar. Dengan peralatan yang ada, hanya itu yang bisa dilakukan untuk mengendalikan situasi, agar massa tidak semakin anarkis.
Penetapan bahwa suporter lawan tidak dihadirkan juga dianggap tepat. Kemudian ada juga yang menyalahkan panitia penyelenggara yang kekeuh tidak mau mengubah waktu pertandingan menjadi lebih sore seperti usulan petugas.
Konon alasannya karena jadwal pertandingan sudah diprogram jauh hari sebelumnya, dan melibatkan banyak pihak.
Tapi biarlah tim bentukan Menko Polhukam Mahfud MD yang akan menjelaskan duduk perkaranya secara faktual. Itulah yang agaknya bisa mengurangi kemasygulan dan kejatuhan harga diri bangsa di mata dunia.
Tapi kemasygulan itu pastinya tidak seberapa dibandingkan dengan kesedihan para orangtua yang anaknya menjadi korban dalam tragedi itu. Semoga mereka ikhlas dan tabah menghadapi musibah ini.
Sudah benar apa yang dilakukan para petinggi kita, yaitu menghibur mereka yang berduka dan mengurus yang sakit. Lalu membentuk tim pencari fakta dan kemudian menghukum mereka yang salah, supaya tidak terulang lagi tragedi yang memilukan itu.
Selanjutnya kita harus segera bangkit dari pengelolaan persepakbolaan yang cenderung minim prestasi selama ini.