Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tragedi Kanjuruhan: Tangis Duka Sepak Bola Indonesia dalam Kepulan Gas Air Mata

Kompas.com - 03/10/2022, 04:50 WIB
Sem Bagaskara

Penulis

"Mereka (suporter) turun untuk tujuan mencari pemain dan pihak manajemen, kenapa bisa kalah," kata Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Jawa Timur Irjen Pol Nico Afinta dalam konferensi pers di Mapolres Malang, Minggu (2/10/2022) pagi.

"Terpaksa jajaran keamanan menembakkan gas air mata," ujar Nico Afinta menjelaskan.

Ketua Save Our Soccer, Akmal Marhali, menyebut ada unsur kelalaian dari PSSI yang dinilainya tidak mengkomunikasikan prosedur terkait kepada kepolisian.

"Ini terkait pihak kepolisian yang melaksanakan tugas atau pengamanan tidak sesuai prosedural dan melanggar FIFA Safety and Security Stadium pasal 19 poin B, di mana senjata api dan gas air mata tidak boleh masuk ke sepak bola," kata Akmal.

Menurut Akmal, pengamanan dalam pertandingan sepak bola berbeda dengan prosedur penanganan demo.

"Ini juga kelalaian PSSI, ketika melakukan kerja sama dengan pihak kepolisian tidak menyampaikan prosedur ini bahwa pengamanan sepak bola itu berbeda dengan pengamanan demo," ujar Akmal.

"Tidak boleh ada senjata dan gas air mata yang masuk ke dalam stadion," tutur Akmal menegaskan.

Gas Air Mata Pelatuk untuk Masalah yang Menumpuk?

Namun, bagaimana jika gas air mata ibarat kata menjadi pelatuk dari peluru-peluru masalah lain yang sudah lebih dulu terakumulasi, seperti jam kickoff malam yang senantiasa memicu polemik serta jumlah penonton yang tak mengindahkan rekomendasi.

Panpel laga Arema FC vs Persebaya disebut tak menjalankan usulan dari pihak keamanan untuk menggeser waktu sepak mula menjadi sore hari dan membatasi penonton dengan cara hanya mencetak 38 ribu tiket.

“Tapi usul-usul itu tidak dilakukan oleh panitia yang tampak sangat bersemangat. Pertandingan tetap dilangsungkan malam dan tiket yang dicetak jumlahnya 42.000,” kata Menko Polhukam, Mahfud MD, dalam artikel terbitan KOMPAS.COM berjudul “Mahfud MD Sebut Panpel Arema Abaikan Usul Polri”.

Baca juga: Kerusuhan di Kanjuruhan: Ketika Sepak Bola Dunia Mengheningkan Cipta untuk Indonesia...

Pengamat sepak bola senior, Weshley Hutagalung, mencoba melihat tragedi di Kanjuruhan, Malang dalam perspektif yang lebih luas.

“Sedih saya bahas ini. Seolah protokol pengelolaan sepak bola di Indonesia itu dianggap sepele, enggak mau melihat persoalan secara komprehensif dan preventif,” kata Weshley Hutagalung kepada KOMPAS.COM.

Weshley Hutagalung menilai tiga lingkaran sepak bola mutlak mesti menyatukan paradigma.

Sehingga, proses pembangunan sepak bola tak berjalan sendiri-sendiri, menyesuaikan kebutuhan dan keinginan golongan tertentu.

“Sepak bola kita belum menemukan posisi yang pas di mata semua pihak. Pertanyaan mendasar, ‘Di mana posisi sepak bola dalam kehidupan kita berbangsa dan bernegara?’”

“Kalau semua melihat hal yang sama dari sepak bola, maka turunan posisi dan peran sepak bola tidak akan jauh berbeda dalam pemahaman kita, seluruh stakeholder sepak bola Nusantara.”

“3 lingkaran sepak bola, pemerintah, federasi, dan swasta harus punya pandangan yang sama dan punya cetak biru dalam pengelolaan sepak bola, bukan hanya fokus kompetisi, tapi juga pembinaan sejak usia dini, serta nilai-nilai sepak bola dijadikan bahan dalam materi pembelajaran formal dan non-formal.”

Bola Harus Berhenti Bergulir...

Weshley Hutagalung berpandangan proses edukasi sepak bola idealnya melibatkan banyak unsur, termasuk kalangan pendidik dan aktivis agama.

Redaktur Pelaksana Harian KOMPAS, Adi Prinantyo, juga menyerukan urgensi akan evaluasi.

“Sebetulnya insiden di Malang ini memoret bagaimana kurang lebih wajah liga domestik kita,” kata Adi Prinantyo dalam sebuah program di KOMPAS TV.

Halaman:


Terkini Lainnya

Arsenal Vs Chelsea, Arteta Salut dengan Pochettino

Arsenal Vs Chelsea, Arteta Salut dengan Pochettino

Liga Inggris
Persebaya Vs Bali United, Mental Kuat Bajul Ijo

Persebaya Vs Bali United, Mental Kuat Bajul Ijo

Liga Indonesia
Klasemen Liga Italia: Inter Scudetto, Jauhi Milan dan Juventus

Klasemen Liga Italia: Inter Scudetto, Jauhi Milan dan Juventus

Liga Italia
Fakta Menarik Korsel, Lawan Timnas U23 Indonesia di Perempat Final Piala Asia U23

Fakta Menarik Korsel, Lawan Timnas U23 Indonesia di Perempat Final Piala Asia U23

Liga Indonesia
Babak Akhir Ten Hag di Man United, Disebut Tidak Ada Jalan Kembali

Babak Akhir Ten Hag di Man United, Disebut Tidak Ada Jalan Kembali

Liga Inggris
Respons Pemain Persib Usai Ikuti 'Kelas' VAR Liga 1

Respons Pemain Persib Usai Ikuti "Kelas" VAR Liga 1

Liga Indonesia
Format Baru Liga 1 Disebut Seru, Apresiasi Trofi untuk Borneo FC

Format Baru Liga 1 Disebut Seru, Apresiasi Trofi untuk Borneo FC

Liga Indonesia
Persib Dapat Sosialisasi Penerapan VAR untuk Championship Series Liga 1

Persib Dapat Sosialisasi Penerapan VAR untuk Championship Series Liga 1

Liga Indonesia
Cara AC Milan Ganggu Pesta Scudetto Inter Milan di San Siro

Cara AC Milan Ganggu Pesta Scudetto Inter Milan di San Siro

Liga Italia
Indonesia Cetak Sejarah di Piala Asia U23, Kekuatan Poros Ernando-Rizky Ridho

Indonesia Cetak Sejarah di Piala Asia U23, Kekuatan Poros Ernando-Rizky Ridho

Timnas Indonesia
Pelatih Timnas U23 Korea Terkejut dengan STY, Indonesia Lawan Sulit

Pelatih Timnas U23 Korea Terkejut dengan STY, Indonesia Lawan Sulit

Timnas Indonesia
Indonesia Vs Korea Selatan: PSSI Upayakan Nathan Tjoe-A-On Kembali

Indonesia Vs Korea Selatan: PSSI Upayakan Nathan Tjoe-A-On Kembali

Timnas Indonesia
Inter Juara Serie A, 'Demonismo', dan Karya Master Transfer Marotta

Inter Juara Serie A, "Demonismo", dan Karya Master Transfer Marotta

Liga Italia
Pengamat Australia Soal Syarat Timnas Indonesia Jadi 'Superpower' di Asia

Pengamat Australia Soal Syarat Timnas Indonesia Jadi "Superpower" di Asia

Timnas Indonesia
Kontroversi Gol Hantu di El Clasico, Barcelona Siap Tuntut 'Rematch'

Kontroversi Gol Hantu di El Clasico, Barcelona Siap Tuntut "Rematch"

Liga Spanyol
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com