"Tiba-tiba punya euforia luar biasa menonton pertandingan sekelas Persib di level Liga 1. Karena itulah kita selalu punya masalah dengan crowd dan kerumuman yang tidak pernah bisa terkontrol," imbuhnya.
"Karena mereka tidak terdidik. Yang tidak bawa tiket dan tidak punya tiket memaksa masuk misalnya."
"Yang punya tiket karena merasa punya hak, jadi memaksa masuk. Panitia pelaksana juga tak punya pengetahuan yang cukup bagaimana untuk mengontrol itu," ujarnya.
Menurut Anton, ini merupakan suatu fenomena sosial yang tidak bisa diselesaikan dengan satu cara.
Penanganannya pun harus diselesaikan secara komprehensif dengan melibatkan banyak pihak.
Terlepas dari itu, pihak yang paling berperan dinilainya jelas merupakan asosiasi sepak bola, dalam hal ini PSSI.
Sebab, PSSI lah yang memiliki akses untuk mendidik para suporter setidaknya mulai dari kompetisi-kompetisi di bawah.
"Ini kan belum pernah dilakukan. Sudah puluhan tahun, semua cuma wacana dan omong kosong. Sampai sekarang youth development itu kan tidak pernah ada di benaknya orang-orang PSSI," ucap Anton.
"Sebetulnya itu adalah awal dari mendidik suporter, bukan cuma nanti hasilnya kita mendapatkan pesepak bola yang cukup baik," terang mantan wartawan Harian Kompas itu.
Baca juga: Bobotoh Persib Meninggal di Laga Vs Persebaya, Organizing Committee Piala Presiden Beri Keterangan
Lebih lanjut, Anton ikut menyoroti buruknya organisasi massa dari panitia pertandingan di GBLA yang sampai menewaskan dua suporter.
Terlepas dari kemungkinan keterlibatan oknum suporter yang membuat GBLA kian sesak, panpel seharusnya mampu menerapkan sistem kontrol penjualan tiket yang efektif dan melibatkan banyak personel di lapangan.
"Yang paling gampang untuk dilakukan sebenarnya sistem kontrol panpel ya terhadap penjualan tiket. Urusannya sebetulnya cuma teknis dan yang pasti ada biaya untuk membuat sistem itu, juga tentu biaya keamanan," ujar Anton.
"Menurut saya, kemarin panpel juga tidak menyediakan sumber daya yang cukup untuk ribuan suporter itu," ungkapnya.
"Mereka (panpel) mungkin tidak punya dana yang cukup juga. Itu mungkin membutuhkan ratusan tenaga keamanan ya. Kalau membayar polisi juga kan mahal sekali. Nah, itu barangkali mereka tidak mau mengeluarkan biaya banyak," tuturnya.
Anton menambahkan, panpel seharusnya paham bahwa ada risiko membeludaknya suporter apabila tim-tim besar, seperti Persib Bandung, saat bermain.