"Omzetnya sekitar Rp 70 juta sampai Rp 100 juta per bulan. Untuk operasional, sudah membaik. Namun, belum bisa dikatakan membaik 100 persen karena kami harus menjual aset-aset saat membangun usaha ini," tutur dia.
Walaupun sudah balik modal, pasangan yang menikah pada Februari 2019 ini merancang berbagai inovasi demi pertumbuhan bisnis mereka.
Salah satunya mengedukasi rekan-rekan sesama atlet untuk menjadi reseller.
"Konsepnya, mereka bisa punya brand sendiri, tetapi barangnya diproduksi oleh kami. Jadi, mereka tidak dipusingkan dengan produksi. Hanya branding," tuturnya menjelaskan.
Alya ingin rekan-rekannya bisa survive bila terjadi permasalahan pelik, seperti pandemi Covid-19.
Selain itu, dia menyadari harus lebih cermat dalam mengelola keuangan.
"Salah satunya disimpan di BRI karena Reva punya tabungan di sana," kata dia.
"Dulu saya berpikir, bahwa saya tinggal ikut suami saja. Namun, sekarang enggak. Saya harus berdiri di kaki sendiri. Jadi kalau ada apa-apa, saya juga bisa ikut bantu keluarga lewat bisnis ini," ujar Alya.
Meskipun sudah memiliki bisnis, Alya senang liga kembali bergulir. Perekonomian keluarganya semakin kokoh dengan dilaksanakannya BRI Liga 1.
"Jadi, saat liga ini jalan, perekonomian keluarga pasti naik. Saat ini, sudah mulai membaik," ujarnya.
"Penghasilan suami pun kami alihkan ke investasi logam mulia. Ketika dicairkan, nilainya naik. Dananya nanti untuk sekolah anak," tutur dia.
Pelaksanaan liga tidak hanya berdampak terhadap pelaku UMKM atau industri saja. Lebih luas lagi, bergulirnya kompetisi ini berimbas pada bangkitnya perekonomian daerah, terutama di Bali, pada saat ini.
Pandemi memang membuat perekonomian Bali terkonstraksi minus 9,13 persen sepanjang 2020. Hal ini karena ketergantungan perekonomian Bali kepada sektor pariwisata.
Sementara itu, sektor pariwisata merupakan lini yang paling terdampak oleh pandemi Covid-19.
"Dengan adanya Liga 1 di Bali, ekonomi di sini ikut terangkat. Otomatis saya dan keluarga suami saya datang ke Bali. Kami sewa vila, lalu makan di restoran di sini. Jadi, membantu perekonomian di Bali," kata Alya, menanggapi BRI Liga 1 yang dilangsungkan di Bali.
"Dari satu tim, hampir ada 30 keluarga. Jadi, menurut saya, bergulirnya liga sangat membantu perekonomian pemain yang berkeluarga dan juga di sekitarnya," jelasnya lagi.
Baca juga: Profil Cardoso, Pemain Asing Pertama yang Mencetak Gol di BRI Liga 1
Geliat ekonomi yang mulai mengalami perbaikan karena Liga 1 dapat ditemui salah satunya di Bali United Cafe.
Kompas.com menyaksikan hal tersebut saat berkunjung ke Stadion I Wayan Dipta, Gianyar, Bali, pada 13 Januari 2022 lalu.
Cafe ini kembali beroperasi setelah tutup selama 1,5 tahun akibat pandemi. Sebanyak 15 pekerja yang sebelumnya dirumahkan kini bisa kembali bekerja.
"Kami sangat senang dengan adanya Liga 1 yang disponsori oleh BRI karena ini akan turut membantu bangkitnya sektor pariwisata Bali. Contohnya, dengan terisinya hotel-hotel dengan kehadiran tim BRI Liga 1," kata Supervisor Bali United Cafe, Daniel Rinekso.
"Kami pun jadi bisa membuka kembali Bali United Cafe dan mempekerjakan karyawan yang sudah lama dirumahkan," tuturnya.
Selepas dibuka, Bali United Cafe mengalami lonjakan kunjungan hingga 75 persen.
Omzet harian kemudian terdongkrak sekitar Rp 8 juta pada weekdays dan Rp 10 juta pada weekend.
"Traffic harian di Bali United Cafe terbilang baik. Meski tentunya peak jika ada pertandingan di Stadion I Wayan Dipta. Namun, kami senang dapat kembali membuka lapangan pekerjaan bagi warga sekitar dan melayani pengunjung yang sudah rindu dengan suasana di stadion dan menu-menu kami," tutur Daniel.
Pulihnya perekonomian juga menjalar pada sektor lainnya. Kios Maw yang bergerak di bidang cendera mata dan oleh-oleh khas Bali merasakan dampak tersebut.
Kois Maw, seperti yang dituturkan pemiliknya I Putu Arya Widyanata, mendapatkan suntikan modal dari BRI.