"Zahra itu dulu main di Liga Kompas Gramedia (LKG) pada usia 14 tahun. Satu-satunya pemain putri di sebuah tim. Jadi, dia tidak ada teman bermain," ujar Anton Sanjoyo.
"Akhirnya dia main bersama laki-laki. Kami perbolehkan karena dia sangat berbakat," tuturnya.
Baca juga: Dua Sorotan Pelatih Timnas Putri Seusai Laga kontra Australia
"Orang-orang seperti Zahra itu sebetulnya banyak, tetapi tidak ada yang membina. Siapa yang mau melatih dia? Tidak ada klub," ucapnya.
"Saya dengar Arema dan beberapa tim lain punya kelompok putri, tetapi tidak ada kompetisinya," tandas Anton Sanjoyo.
Sementara itu, Gatot Widakdo selaku eks Direktur Liga Kompas Gramedia juga membenarkan bahwa Zahra Muzdalifah pernah mengikuti kompetisi ini pada 2015.
Saat itu, Zahra tergabung dengan SSB ASIOP dan diizinkan bermain karena regulasi Liga Kompas Gramedia tidak membedakan gender pemain dalam pembinaan sepak bola.
Zahra pada masa muda juga dikatakan memiliki komitmen kuat untuk berkompetisi.
"Ketika ASIOP mendaftarkan pemain dan ada nama Zahra sebenarnya sempat dibahas di komite," ucap Gatot kepada Kompas.com.
"SSB-SSB lain mempertanyakan kenapa ada pemain perempuan?"
"Saya bilang tidak apa-apa karena, sesuai regulasi, kami tidak membedakan gender dalam pembinaan sepak bola. Sepanjang sang pemain mau, punya komitmen kuat, dan mau berkompetisi dengan laki-laki."
"Yang pasti, sebagai perawat kompetisi, kami menjaganya dari upaya-upaya pelecehan," lanjutnya.
"Semangat LKG adalah memberikan kesempatan pada pemain-pemain muda, baik lelaki atau perempuan."
Baca juga: Profil Timnas Putri Thailand: Skuad dan Prestasi di Piala Asia Wanita
"Posisi dia (Zahra) dulu gelandang karena ASIOP sudah memiliki banyak pemain depan," tuturnya lagi.
"Dia juga sudah berhasil mencetak gol di Liga KG. Gol pertamanya ke SSB Mutiara Cempaka, saat itu ASIOP menang 5-0," tutur eks Direktur Media PSSI tersebut.
"Meski dicetak dari titik penalti, gol terasa spesial karena dia banyak pendukung yang menonton di sisi lapangan," imbuhnya.