MENJELANG laga final leg 2 Piala AFF 2020 pada Sabtu (1/1/2022), animo masyarakat untuk nobar (nonton bareng) jauh menurun setelah Indonesia takluk 0 - 4 pada leg 1, Rabu lalu. Menyedihkan juga menyaksikan kekalahan tragis tim kesayangan Indonesia.
Kesan dari pertandingan final leg 1 sangat nyata terlihat bahwa memang Indonesia kalah kelas di semua lini. Tanpa bermaksud merendahkan, akan tetapi memang pertandingan sepak bola tidak cukup hanya berbekal semangat dan stamina yang prima.
Pencapaian tim asuhan pelatih asal Korea Selatan dalam mencapai tahap final patut dihargai. Namun realitas yang dihadapi anak-anak dalam laga melawan Thailand harus menjadi catatan tersendiri.
Baca juga: Asa Pasukan STY dan Masih Absennya Bendera Merah Putih di Piala AFF 2020
Dengan demikian maka apapun hasil pertandingan final leg 2 nanti, seyogyanya kita tetap memberikan apresiasi atas jerih payah para pemain dan pelatih pada sesi piala AFF 2020 yang berhasil mencapai babak final.
Selama ini terkesan bahwa penghargaan dan terutama perhatian bagi atlet Indonesia hanya muncul saat mereka meraih prestasi saja. Kita kurang memberikan perhatian yang cukup pada pembinaan atlet secara keseluruhan. Kita bahkan kurang peduli dengan bagaimana seharusnya proses pembinaan atlet harus dilakukan dalam kebersamaan sebagai bangsa.
Pada hakikatnya, Indonesia memiliki potensi cukup besar untuk menghasilkan sebuah tim sepak bola kelas dunia. Indonesia sudah terbukti memiliki banyak sekali anak muda yang penuh bakat.
Sayangnya adalah gambar besar pengelolaan sepak bola nasional kita sekilas terlihat kurang terorganisasi dengan baik. Kepengurusan manajemen sepak bola bahkan sering tampak unsur politik kepentingan perorangan dan golongan dibanding kepentingan nasional.
Salah satu unsur penting dalam membangun tim sepak bola yang tangguh adalah pembinaan pemain usia dini dan siklus kompetisi yang bergulir secara kontinyu. Untuk ini mungkin sudah saatnya kita memikirkan untuk membentuk akademi atau sekolah sepak bola profesional yang menangani para pemain sejak usia dini. Di sisi lainnya perlu pula diolah sebuah pola kompetisi yang bergulir sepanjang tahun dengan merata.
Untuk konsep ini misalnya dibangun sekolah sepak bola profesional yang ditangani oleh manajemen kelas dunia di Medan, Jakarta, Makassar, dan Biak serta Jayapura. Putaran kompetisi dapat digulirkan dengan membagi Indonesia yang luas dan berisi banyak anak berbakat menjadi tiga bagian sesuai pembagian waktu.
Ada putaran kompestisi lokal di Indonesia Barat, Tengah, dan Timur. Putaran kompetisi selanjutnya adalah akan mempertemukan kompetisi di tataran nasional antara para juara kesebelasan Indonesia Barat, Tengah, dan Timur. Setiap tahun yang keluar sebagai juara nasional berhak mewakili Indonesia di ajang laga internasional.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.