KOMPAS.com - Klub Liga Inggris yang menyandang status juara Eropa, Chelsea, mengumumkan kerugian sebesar 145,6 juta pounsterling atau setara Rp 2,8 trliun.
Besar kerugian itu didapat berdasarkan perhitungan setelah pajak tahunan hingga 30 Juni 2021.
Chelsea mengumumkan kerugian saat klub sejatinya mengalami peningkatan omzet dari 387,8 juta pounsterling (Rp 7,4 triliun) menjadi 416,8 juta pounsterling (Rp 8 triliun).
Berdasarkan laporan BBC, omzet Chelsea naik berkat meningkatnya pendapatan hak siar.
Baca juga: Jumlah Gelar Chelsea Usai Juara Liga Champions 2020-2021
Peningkatan hak siar yang diterima Chelsea pun tak lepas dari keberhasilan mereka dalam mencapai final Liga Champions 2020-2021.
Pada final Liga Champions musim lalu, Chelsea bertemu sesama klub Liga Inggris, yakni Manchester City.
Hasilnya, Chelsea berhasil mengalahkan Man City dengan skor 1-0 berkat gol semata wayang Kai Havertz.
Ketika menjuarai Liga Champions 2020-2021, klub berjulukan The Blues itu sudah ditukangi oleh pelatih asal Jerman, Thomas Tuchel.
Baca juga: Peran Frank Lampard di Balik Kesuksesan Chelsea Juara Liga Champions
Apa penyebab Chelsea merugi meski ada peningkatan omzet?
Chelsea dalam pernyataannya menjelaskan bahwa kerugian yang dialami klub berkenaan dengan situasi pandemi Covid-19.
Pandemi Covid-19 membuat sebagian besar laga yang dimainkan Chelsea pada musim 2020-2021 berlangsung tanpa kehadiran penonton.
Hal itu otomatis memangkas beberapa sumber pendapatan komersial, termasuk biaya ticketing.
Pada saat bersamaan, Chelsea mengklaim bahwa pihaknya tidak menggunakan skema pemotongan pegawai sepanjang musim 2020-2021.
Baca juga: Akui Pernah Tolak Latih Chelsea, Rangnick Ditertawakan Thomas Tuchel
Di samping itu, BBC menulis, Chelsea juga tidak mendapat keuntungan maksimal dari penjualan pemain.
Rentetan persoalan itulah yang kemudian memengaruhi kondisi rekening klub dalam satu tahun terakhir, hingga Juni 2021.