KOMPAS.com - Pertemuan Indonesia vs Thailand di final Piala AFF 2020 merupakan pertemuan ketiga Garuda menghadapi Gajah Perang di partai pamungkas kompetisi negara-negara Asia Tenggara tersebut.
Sejak turnamen ini pertama digalang pada 1996, timnas Indonesia telah tiga kali bertemu Thailand di partai pamungkas, pada 2000, 2002, dan 2016.
Kendati demikian, Garuda menderita kekalahan dalam ketiga laga tersebut.
Kekalahan pada Piala AFF (dulu bernama Piala Tiger) 2002 mungkin yang paling menyakitkan dari trio partai tersebut.
Bagaimana tidak, Indonesia kalah dari Thailand hanya lewat adu tendangan penalti (2-4) setelah kedua kubu bermain 2-2 pada sebuah laga menegangkan di hadapan 100.000 penonton yang memadati Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta.
Baca juga: Jelang Final Piala AFF Kontra Indonesia, Thailand Kehilangan Dua Pilar Lini Belakang
Garuda bahkan mampu comeback pada 90 menit pertandingan setelah Thailand unggul 2-0 lebih dulu lewat Chukiat Noosarung (26') dan Therdsak Chaiman (38').
Namun, gelandang Persib, Yaris Riyadi, membalas segera setelah babak kedua dimulai dan malapaetaka datang bagi Thailand setelah Noosarung dikartu merah wasit pada menit ke-57.
Gol penyerang Persija, Gendut Doni, pada menit ke-79 memaksa pertandingan masuk ke babak perpanjangan waktu dan kemudian adu penalti.
Perjuangan Garuda pada laga tersebut tentu luar biasa, apalagi dalam konteks Thailand adalah juara bertahan setelah menggunduli Indonesia pada partai pamungkas edisi sebelum ini dengan skor 4-1.
Sayang, Dewi Fortuna pada akhirnya belum berpihak pada Garuda.
Tabloid BOLA edisi Selasa, 31 Desember 2002, mencatat selain gol-gol Yaris dan Gendut Doni tadi, Garuda membuang segudang peluang emas, terutama pada perpanjangan waktu.
"Saya tak percaya dengan hasil ini. Banyak peluang namun gagal," ujar pelatih timnas ketika itu, Ivan Kolev.
Baca juga: Final Piala AFF: Pelatih Thailand Alexandre Polking Membumi Jelang Bersua Indonesia
Pelatih lawan, Peter Withe, pun mengamini perkataan koleganya tersebut.
"Pertandingan ini sangat menarik," tuturnya. "Indonesia terlihat amat agresif saat kami bermain 10 prang."
"Tak seharusnya partai ini berakhir dengan adu penalti."
Keberuntungan menjauhi Garuda pada babak adu penalti. Ternyata, Tabloid BOLA mengutarakan ketika itu pelatih Ivan Kolev tak memberi menu latihan khusus adu penalti.
Hal ini sama seperti ketika Garuda tak menjalani latihan adu penalti di bawah Henk Wullems pada final Sea Games 1997.
Ketika itu, Garuda juga kalah adu penalti lawan Thailand dengan skor 5-6.
Garuda akhirnya kalah di final Piala AFF dengan skor 2-4 setelah tendangan penalti yang diambil Bejo Sugiantoro mengenai mistar dan tembakan Firmansyah melebar ke kanan gawang.
"Latihan penalti hanya ada saat kami akan berhadapan dengan Malaysia (di semifinal)," tutur penyerang Garuda Budi Sudarsono.
"Menjelang laga melawan Thailand tak ada, saya tak tahu kenapa. Yang jelas, semua sudah yakin menang."
Penjelasan Budi dibantah Kolev, "saya tak percaya ada pemain berkata seperti itu."
Kolev justru berargumen para pemain tak berada dalam kondisi mental tepat menjelang adu penalti.
"Kami sudah menawarkan kepada pemain, tetapi mereka banyak yang tak siap. Saya maklum," ujarnya.
Tabloid Bola mencontohkan beberapa pemain yang tak siap mengambil tendangan adalah Gendut Dony, Zaenal Arif, dan I Putu Gede.
Alhasil, Kolev menujuk Bejo Sugiantoro dan Firmansyah yang tak disiapkan secara khsusu untk mengambil penalti sehingga mereka gagal menuntaskan tugas.
Baca juga: Jadwal Final Piala AFF 2020: 2 Leg Timnas Indonesia Vs Thailand
Pelatih timnas U21 Indonesia ketika itu, Bambang Nurdiansyah mengatakan para pemain menjadi grogi karena kehadiran 100.000 penonton di Stadion GBK.
"Dukungan penonton mestinya jadi motivasi, jangan malah jadi beban," tuturnya.
Kendati sempat dikritik atas kekalahan di partai pamungkas tersebut, pelatih Ivan Kolev tetap menjadi nakhoda Garuda hingga Piala Asia 2004 sebelum ia meninggalkan Indonesia untuk menukangi Myanmar di Piala AFF 2004.
Setidaknya, Piala Tiger 2002 tetap mendulang sisi positif karena di turnamen ini penyerang muda Indonesia bernama Bambang Pamungkas berhasil keluar sebagai top skor dengan torehan 8 gol.
Empat dari gol-gol Bepe yang ketika itu baru berusia 22 tahun dicetak pada kemenangan 13-1 kontra Filipina.
Padahal, sang bomber muda baru sembuh dari cedera setelah sempat menderita cedera ligamen lutut dan fibula engkel pada pentas Liga Indonesia 2002.
"Ini anugerah," ujar penyerang Persija tersebut saat menerima penghargaan. "Ternyata saya bisa memenuhi harapan."
"Apalagi banyak yang sempat meragukan penampilan saya pascacedera."
"Gelar ini untuk teman-teman, keluarga, dan rakyat Indonesia."
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.