Pasti belum tentu, alasan terbanyak adalah rasa cukup menikmati karya sinema di layar komputer tetapi tidak mau menunggu sampai karya yang diinginkan siap streaming legal di platform setelah masa tayang bioskop selesai.
Persoalan harga tiket termurah Rp 250.000 bagi saya justru bukan di angka yang ditawarkan, tetapi malah soal "Dengan harga segitu penonton akan mendapatkan tes antigen, hand sanitizer dan benefit lainnya."
Anggap saja segala benefit bernilai Rp 200.000, lalu siapa sajakah vendor yang akan menerima omzet berangka Rp 200.000 itu?
Mungkin sulit berharap kualitas sepak bola kita meroket cepat hanya karena harga tiket yang bertambah.
Lebih bijak untuk mempertanyakan mengapa harus ada benefit-benefit tadi dan siapa yang akan menikmati perniagaan tanpa kompetisi itu?
Di London, Paris, Berlin, Osaka atau bahkan Kuala Lumpur, tak ada satu pun yang menyematkan harga tiket dengan embel-embel gratis bir atau sekadar nasi bungkus misalnya, kecuali mungkin jika pertandingan liga yang dilakukan di penjara atau di kampung-kampung.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.