Bahkan dalam hal karier pascapensiun, bulutangkis dan sepakbola pun setali tiga uang dengan bidang lain. Banyak mantan atlet yang telantar, hidup dengan beberapa permasalahan yang tak terselesaikan seperti gaji dan sebagainya. Ini membuat regenerasi atlet menjadi tersengal-sengal.
Hal lain yang membuat olahraga tidak terbangun secara terintegrasi dengan sistem pendidikan.
Pendidikan dan olahraga bukan paduan yang pas, seperti dua kutub magnet yang sama yang mencoba untuk bergabung; tentu tak akan pernah bersatu.
Banyak lembaga pendidikan yang memberikan "hukuman" pada siswa yang lebih memilih olahraga dibanding belajar untuk nilai pelajaran yang bagus.
Selain itu memang tidak ada program pelatihan dari pemerintah yang memberikan ruang bagi setiap siswa untuk memilih jalur olahraga untuk berprestasi lebih baik.
Minimnya dana untuk pembinaan olahraga adalah kendala lain bagi prestasi atlet Indonesia. Ibarat pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga.
Sudah tak ada program pembinaan yang memadai, dana pembinaan pun tak cukup banyak. Bila dibandingkan dengan negara lain, anggaran kementerian pemuda dan olahraga Indonesia jauh lebih kecil hanya 0,08 persen.
Di Australia, Thailand dan Singapura, dana olahraga mereka mencapai masing-masing 0,1 persen, 0,2 persen, dan 4,2 persen dari pendapatan negara.
Hal lain yang juga menjadi kendala adalah belum optimalnya keterlibatan pihak swasta dalam pembinaan olahraga.
Sebenarnya banyak pihak swasta di Indonesia ingin lebih membantu perkembangan olahraga di Indonesia.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.