KOMPAS.com - Suatu diskusi daring bertajuk “Liga Super Eropa dan Melawan Keserakahan” berlangsung pada Rabu (28/4/2021) malam WIB. Acara diskusi untuk membangun industri sepak bola yang lebih adil ini diselenggarakan oleh Partai Hijau Indonesia, Persatuan Suporter Timnas Indonesia (PSTI) dan Lokataru.
Diskusi daring bermula dari kisruh European Super League yang turut memicu penggemar sepak bola dan para pegiat masyarakat sipil Indonesia untuk menyuarakan keresahannya.
Diskusi “Liga Super Eropa dan Melawan Keserakahan” ini dipandu oleh John Muhammad (Presidium Nasional PHI) ini menampilkan Defrio Nandi (Aktivis Iklim dan Anggota PHI), Ignatius Indro (Ketum PSTI dan Anggota PHI), Haris Azhar (Advokat HAM) dan Zoya Amirin (Seksolog) sebagai narasumber.
Kebetulan, Nandi merupakan pendukung AC Milan, Indro dan Zoya adalah pendukung Liverpool, serta Haris dan John adalah pendukung Manchester United.
Ketiga kubu yang mereka dukung tak lain merupakan klub-klub pelopor Super League sebelum satu per satu mengundurkan diri di tengah tekanan publik.
Baca juga: Sesi Diskusi European Super League dan Melawan Keserakahan
Dalam diskusi tersebut, Defrio Nandi menilai keserakahan kapitalisme dapat mencemari dan merebut nilai-nilai penting sepak bola.
“Sepak bola bukan sekadar olahraga atau bisnis belaka, namun sudah menjadi budaya, identitas, dan ruang bertemu serta pemersatu dalam perbedaan,” ujarnya
"Pada kasus Liga Super Eropa, keserakahan kapitalisme terbukti mampu bertindak sewenang-wenang dengan merusak semua itu."
Demi menjelaskan hal itu, Nandi mengisahkan bagaimana klub American football, Oakland Raiders yang berbasis di kota Oakland dipindahkan pemiliknya ke Los Angeles dan Las Vegas.
Baca juga: 4 Tim Belum Cabut dari European Super League, UEFA Kian Tebar Ancaman
Ini mengingatkan kita pada klub sepak bola legendaris Pelita Jaya, yang awalnya berbasis di Jakarta, lalu pindah ke Solo, Cilegon, Purwakarta, Karawang, Bandung hingga akhirnya berakhir dan berubah menjadi Madura United.
“Pada konteks itu dan dalam perspektif HAM, sepak bola adalah ruang partisipasi bagi masyarakat”, tambah Haris Azhar.
”Bahkan, dalam studi kejahatan, olahraga adalah metode resolusi konflik untuk menghentikan kejahatan”, tegasnya.
Menurutnya, pengelolaan sepak bola seharusnya meneguhkan cita-cita luhur tersebut termasuk penghargaan terhadap buruhnya.
Meski seperti Nandi yang menolak LSE, Haris menilai terdapat eksploitasi pemain sepak bola dalam proposal baru Liga Champions terkait penambahan jadwal pertandingan.
Kritik terhadap lembaga-lembaga sepak bola juga ditegaskan oleh Ignatius Indro.