Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

European Super League Pembunuh Kisah-kisah Cinderella Sepak Bola

Kompas.com - 21/04/2021, 03:00 WIB
Sem Bagaskara

Penulis

KOMPAS.com - Menurut pelatih senior Italia yang terlibat dalam kisah Cinderella bersama Leicester City pada 2016, Claudio Ranieri, pencetusan European Super League merupakan ide buruk yang membuatnya sedih.

Deklarasi penyelenggaraan European Super League pada awal pekan ini membuat geger kancah sepak bola Benua Biru.

Kompetisi tertutup yang rencananya akan diputar pada Agustus mendatang itu dipercaya bakal meruntuhkan spirit universal sepak bola.

Kisah Cinderella ala Leicester City yang bisa membalikkan segala prediksi dengan menjuarai Premier League pada 2016 silam, akan sulit terulang.

Pasalnya, partisipan European Super League diisi klub-klub mapan nan tajir. Tak ada ruang buat tim medioker apalagi level gurem.

European Super League dicetuskan oleh 12 klub, yakni Man United, Man City, Liverpool, Chelsea, Arsenal, Tottenham, Barcelona, Real Madrid, Atletico Madrid, Juventus, Inter Milan, dan AC Milan.

Belakangan, duo Premier League, Chelsea dan Man City, memutuskan mundur dari liga elite tersebut.

Baca juga: Di Balik European Super League, Ada Kebohongan Konstan Bos Juventus

Upaya penyelenggaraan European Super League langsung mendapatkan kecaman dari berbagai pihak, termasuk Presiden UEFA dan FIFA.

Aleksander Ceferin selaku Presiden UEFA sampai berani mengancam bahwa pemain yang terlibat dalam liga sempalan bernama European Super League tak akan bisa berpartisipasi di gelaran Euro dan Piala Dunia.

Rakus, egois, narsis adalah kata sifat yang belakangan sering disematkan kepada 12 klub penggagas European Super League.

Tanpa ragu, Claudio Ranieri ikut mengecam ide penyelenggaraan European Super League.

"Saya sangat sedih. European Super League sangat buruk," kata Ranieri yang secara mengejutkan mengantar Leicester City menjuarai Liga Inggris edisi 2015-2016.

Baca juga: Dalangi European Super League, Presiden Juventus Dicap Pengkhianat Serie A

"Kisah Leicester sangat spesial dan kita akan kehilangan cerita semacam itu."

"Ini bukan hanya soal sepak bola. Saya ingat rasanya ketika orang India dan Inggris merayakan gelar juara Leicester City bersama-sama," ujar Ranieri yang kala mengarsiteki Leicester begitu lekat dengan jargon dilly-ding dilly-dong.

Bagi Ranieri yang kini melatih Sampdoria, keberadaan European Super League akan menghilangkan makna terdalam dari olahraga itu sendiri.

"Pencapaian bersama Leicester adalah yang pertama kali terlintas di pikiran saya ketika mendengar berita, terlepas dari saya menjadi bagian dari kisah tersebut."

"Itulah sepak bola, kuda hitam bisa mengalahkan tim besar. Itulah esensi dari olahraga."

"Apa yang mereka coba lakukan itu salah. Mungkin mereka melakukan itu untuk menutup utang? Tak adil buat sepak bola. Saya harap UEFA mencegah mereka," kata Ranieri mengakhiri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com