Pertandingan pertama berlangsung pada 29 November 1956 di Olympic Park Stadium, Melbourne, Australia. Dalam laga tersebut pelatih timnas Indonesia, Antun Pogacnik, menerapkan pola permainan bertahan total.
Uni Soviet dibuat kesulitan menembus pertahanan Indonesia yang dikawal Kwee Kiat Sek dkk. Hingga akhirnya, Indonesia berhasil memaksa Uni Soviet mengakhiri laga dengan skor imbang 0-0.
Karena pada saat itu belum dikenal aturan adu penalti untuk menentukan pemenang dalam pertandingan sistem gugur, laga Indonesia vs Uni Soviet pun diulang pada 1 Desember 1956.
Dalam pertandingan kedua ini, Indonesia gagal membendung aliran serangan Uni Soviet. Akibatnya, Indonesia pun takluk empat gol tanpa balas. Uni Soviet kemudian melaju ke semifinal untuk bersua Bulgaria.
"Kami sudah berjuang mati-matian. Rasa nasionalisme membakar semangat kami untuk terus berjuang sampai tetes keringat penghabisan," tutur Rukma.
Meski akhirnya tumbang, performa Indonesia kala bersua Uni Soviet mendapatkan banyak pujian. Salah satunya datang dari Sir Stanley Rous, Presiden FIFA yang menjabat dari 1961 hingga 1974.
Dilansir dari Tabloid Bola edisi 27 Juli 1984, Sir Stanley Rous memuji sistem pertahanan yang digalang barisan belakang Indonesia ketika berhadapan dengan Uni Soviet. Menurut Sir Stanley, pertahanan Indonesia sangat luar biasa dan sulit ditembus lawan.
"Baru kali ini saya melihat permainan bertahan yang sempurna," kata Sir Stanley Rous.
Baca juga: Kisah Indah Sergio van Dijk bersama Persib Bandung
Wajar, karena Indonesia mampu menyulitkan Uni Soviet, yang pada saat itu berstatus sebagai salah satu kekuatan besar di kancah sepak bola dunia.
Belum lagi, pada ajang tersebut, Uni Soviet pun pada akhirnya keluar sebagai juara. Setelah mengalahkan Indonesia, Uni Soviet sukses mengandaskan Bulgaria dengan skor 2-1 di laga semifinal. Hasil tersebut membawa Lev Yashin dkk melaju ke final untuk bersua Yugoslavia.
Kemenangan pun kembali diraih Uni Soviet di partai puncak. Mereka mengandaskan perlawanan Yugoslavia dengan skor 1-0, dan berhak atas medali emas cabang olahraga sepak bola Olimpiade 1956.
Kiprah Rukma di dunia sepak bola berakhir pada 1962. Dia memutuskan pensiun setelah membela timnas Indonesia pada ajang Asian Games 1962. Setelah memutuskan gantung sepatu, Rukma melanjutkan karier sebagai pelatih. Dia juga pernah menangani tim Persib.
Dukacita PERSIB Atas Meninggalnya Rukma Sudjana https://t.co/KjMafjF0al
— PERSIB (@persib) September 10, 2017
Semasa hidup, selain aktif di dunia sepak bola, Rukma juga pernah bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Akan tetapi, sosok Rukma kini telah tiada. Rukma meninggal dunia pada 27 Agustus 2017, karena sakit, dalam usia 88 tahun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.