KOMPAS.com - Penyerang Barcelona, Antoine Griezmann, memutuskan untuk mengakhiri kerja sama dengan raksasa elektronik China, Huawei, terkait dugaan keterlibatan mereka dengan "persekusi" etnis Uighur.
Hal tersebut disampaikan Antoine Griezmann dalam sebuah unggahan di Instagram pribadinya.
Griezmann mengutarakan alasannya bahwa ada kecurigaan kuat Huawei terlibat dalam pengembangan sistem "Waspada Uyghur" melalui program pengenalan muka.
"Saya mengambil kesempatan ini untuk mengundang Huawei agar tidak hanya senang dengan menolak tuduhan ini, tetapi mengimplementasikan aksi secepat mungkin demi mengutuk persekusi massal serta menggunakan pengaruhnya untuk menghormati hak-hak pria dan wanita di semua komunitas," tulisnya.
View this post on Instagram
Baca juga: Barcelona Tumbang, Griezmann Sesalkan Blaugrana yang Telat Panas
Hubungan Griezmann dan Huawei dimulai sebelum Piala Dunia 2018 yang akhirnya dimenangi oleh sang pemain dan timnas Perancis.
Setelah itu, ia menjadi muka beberapa kampanye perusahaan yang bermarkas di Shenzhen tersebut, baik di Perancis maupun ranah internasional.
Huawei merupakan salah satu perusahaan telekomunikasi terbesar di dunia, termasuk untuk pengembangan jaringan 5G.
Indonesia adalah salah satu klien utama Huawei dan perusahaan tersebut bersama dengan ZTE menjadi salah satu tulang punggung infrastruktur Tanah Air memasuki era 5G.
Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB) memperkirakan bahwa lebih dari satu juta Muslim telah ditahan di Xinjiang dan para aktivis mengatakan, kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida sedang terjadi di sana.
Baca juga: Barcelona Libas Osasuna, Penampilan Griezmann Dipuji Ronald Koeman
PBB sebelumnya mengatakan, lebih dari 1 juta warga Uighur dan sebagian besar penduduk berbahasa Turki Muslim di Xinjiang telah ditahan dalam beberapa tahun terakhir.
Kompas.com melansir dari Al Jazeera pada akhir September lalu bahwa perluasan jaringan pusat penahanan di Xinjiang dilakukan pada saat Beijing juga akan menghentikan program "pendidikan ulang" untuk etnis Uighur, yang telah dikecam secara internasional.
Penelitian baru tersebut dirilis oleh Institut Kebijakan Strategis Australia (ASPI) pada Kamis (24/9/2020).
Disebutkan dalam penelitian tersebut bahwa pihaknya telah mengidentifikasi ada lebih dari 380 "fasilitas penahanan yang dicurigai" berada di wilayah Xinjiang.
China membantah adanya pelanggaran dan mengatakan bahwa kamp-kampnya di wilayah tersebut memberikan pelatihan kejuruan dan membantu memerangi ekstremisme.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.