Ia melayangkan sikut dan headbutt yang memicu pertengkaran massal antara kedua kedua kubu.
Para fans pun terlibat dan melempari berbagai macam benda ke lapangan. Pada akhirnya, lebih dari 50 orang terluka.
"Ketika melihat Maradona bertengkar dan kaos yang tercipta setelahnya, saya sadar bahwa ini tak bisa berlanjut," ujar Josep Lluis Nunez, yang menjual Maradona ke Napoli pada 1984 setelah hanya dua tahun di Camp Nou.
Sisi lain kelam Maradona ini yang membuat banyak pihak enggan mengambil risiko dengannya sebelum Napoli mengambil perjudian tersebut.
"Saya pikir tak ada klub lain yang menginginkan jasanya," tutur Asif Kapadia, sutradara pemenang Oscar yang membuat film dokumenter mengenai Diego Maradona (2019).
Baca juga: Diego Maradona Meninggal, Argentina Terapkan Masa Berkabung Nasional
"Diego dianggap sebagai talenta muda terbaik. Namun, ia punya banyak nasib buruk di Barcelona dan transfernya gagal," ujarnya di situs FourFourTwo.
"Engkelnya patah karena tekel dari Goikoetxea, ia sakit hepatitis, dan sangat suka pesta."
"Jujur saja, saya pikir banyak orang Spanyol dan Catalan memandangnya rendah karena ia berasal dari Amerika latin."
"Jadi, ketegangan itu nyata dan ia tak sukses. Selama dua tahun di sana, ia tak memenangi apa-apa selain Copa del Rey."
Ia juga menekankan bahwa Barcelona ketika itu bukan Barcelona seperti sekarang inio.
Pada waktu itu, Barca belum memenangi satu pun Piala Champions dan tidak mengangkat gelar liga selama 10 tahun sebelumnya.
"Alhasil, mereka perlu membuang sang pemain dan Diego ingin pergi," ujarnya lagi.
"Italia adalah tempat bermain semua pemain terhebat dunia waktu itu. Uangnya ada di sana semua," tuturnya.
Naples: a city sat for eternity on death row, it’s fate forever hanging on the moods of a bad-tempered Mount Vesuvius had long since lost any inhibitions. Live for today, as tomorrow is a distant dream. To such a place arrived Diego Armando Maradona. Available May 3 #Maradona pic.twitter.com/e1iBZiDA6N
— John Ludden (@Johnludds) April 20, 2018
Akan tetapi, Kapadia juga mengatakan bahwa ada batasan-batasan yang membuat setiap tim tak leluasa mendatangkan pemain idaman mereka.
"Kita berbicara soal alam semesta berbeda dengan pembatasan pemain asing pada setiap timnya," lanjut Kapadia.