TOKYO, KOMPAS.com - Mantan penggawa timnas Jepang Atsuko Uchida akui bahwa usai gantung sepatu dirinya merasa punya banyak waktu berkreasi.
"Kreasi itu tentunya masih berkait dengan sepak bola," kata Uchida, kelahiran 27 Maret 1988 ini.
Berposisi sebagai bek, Uchida yang asli Shizuoka ini menyematkan prestasi 74 kali berseragam Samurai Biru, julukan bagi timnas Jepang.
"Saya ikut pada timnas Jepang di Piala Dunia 2010 dan 2014," katanya.
Di klub sepak bola, Atsuko Uchida pernah menjadi anggota tim inti Schalke, klub Bundesliga.
Sepulang dari Jerman, ia menjadi penggawa klub J-League Kashima Antlers.
Kahima Antlers adalah klub awal Atsuko Uchida selepas menamatkan SMA pada 2006.
Pada Minggu (23/8/2020), sebagai penghormatan untuk menutup karier, ia membela Kashima Antlers berlaga melawan Gamba Osaka.
Hasilnya, 1-1.
Pada 2015, Atsuko Uchida mengalami cedera lutut yang parah.
Sempat naik meja operasi, Uchida mengaku kariernya terhambat oleh cedera lutut itu.
"Ini menjadi batas saya untuk menghentikan karier," kata Uchida.
Saat ini, kata Atsuko Uchida, dirinya masih ingin berkumpul lebuh dahulu dengan keluarga.
Menurutnya, anak perempuannya sangat suka bila dirinya mengantarkan ke sekolah.
Baca juga: Kashima Antlers Juara Liga Champions Asia
"Kesempatan ini jarang saya dapatkan ketika masih aktif menjadi pesepak bola," kata Atsuko Uchida.
Berkreasi
Ikhwal berkreasi, sementara itu, menjadi salah satu perhatian besar Ketua Umum Inovator 4.0 Indonesia Budiman Sudjatmiko.
Dalam keterangan tertulisnya, Budiman juga menambahkan kondisi pandemi corona justru menjadi peluang.
Baca juga: Budiman Sudjatmiko: UU Desa Tidak Merampok Penghasilan Kades
"Kondisi ini adalah peluang bagi kaum muda tanah air mengantarkan Indonesia menjadi pemenang dalam kompetisi global pada era Industri 4.0," tuturnya.
Untuk sampai pada garis kemenangan itu, kata Budiman melanjutkan, syarat berimajinasi adalah poin penting.
Kekuatan imajinasi, menurut hemat Budiman, membuat manusia lebih unggul dari mesin dan kecerdasan buatan.
“Mesin bisa akurat, tepat dan cerdas. Tapi untuk sementara saya belum melihat mesin bisa berimajinasi,” ungkapnya pada forum yang diikuti para mahasiswa Indonesia yang kuliah di kampus-kampus global bergengsi seperti University of California-Berkeley, Stanford University, dan Princeton University, serta sejumlah universitas kenamaan di Indonesia seperti UI, ITB, UGM, dan lainnya.
Kedua, kalangan generasi milenial secara aktif mentransfer imajinasinya dalam ilmu pengetahuan, termasuk ke dalam algoritma dan aplikasi digital.
Poin utama yang diharapkan Budiman bukan sebatas pada upaya kaum kreatif menemukan solusi atas problem masyarakat pada era kekinian, namun juga mengimajinasikan solusi atas persoalan-persoalan yang potensial muncul di masa depan.
"Yang ketiga adalah berkolaborasi," katanya.
Budiman mengajak kalangan muda membuat jejaring sosial, bergotong royong, dan mengembangkan solidaritas.
"Lakukan ketiganya (berimajinasi, berpengetahuan, berkolaborasi). Anda akan jadi pemenang,” tutur Budiman.
Menurut Budiman, kiprah anak muda Indonesia dalam memanfaatkan peluang Industri 4.0 membutuhkan ekosistem yang memadai.
Itu sebabnya, dia mengusulkan dikembangkannya Silicon Village.
Sebagaimana diketahui, Silicon Village adalah semacam pusat pengembangan teknologi dan inovasi digital di Amerika Serikat.
Untuk Indonesia, kata Budiman, Silicon Village berbasis komunitas desa yang berjumlah 74.954 di seluruh Indonesia.
Di dalam konsep Silicon Village ini, ujar Budiman, terjadi kolaborasi secara profesional antara pemuda-pemudi lulusan kampus terbaik dalam maupun luar negeri, korporasi, sektor finansial, dan BUMDes.
Konektivitas ini, kata Budiman, sangat dimungkinkan bekerja seiring kemunculan talenta-talenta brilian kaum muda dan bergulirnya Dana Desa.
“Saya berharap, minimal 10 persen saja BUMDes bisa berinvestasi dalam bidang teknologi,” dambanya.
Budiman Sudjatmiko juga merinci, komunitas Inovator 4.0 Indonesia yang dia pimpin sekurang-kurangnya telah mengumpulkan 300 orang inovator, spesialis, dan ilmuwan yang tersebar di seluruh dunia.
Ratusan inovator ini terus dipacu untuk bersinergi dengan para penggerak inovasi teknologi di tingkat desa dalam wadah Koperasi Satelit Desa Indonesia.
“Supaya ini menjadi ekosistem inovasi,” pungkas Budiman Sudjatmiko menegaskan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.