BANDUNG, KOMPAS.com - Sejarah mencatat, medio 1980 hingga 1990-an menjadi era kejayaan Persib Bandung di panggung sepak bola nasional.
Dalam kurun waktu tersebut, sebanyak empat gelar juara dalam dua kompetisi berbeda berhasil ditorehkan klub berjulukan Maung Bandung itu.
Tercatat, Persib berhasil menjuarai tiga penyelenggaraan kompetisi Perserikatan 1986, 1989-1990, dan 1993-1994.
Prestasi berlanjut pada keikutsertaan mereka dalam ajang Liga Indonesia I 1994-1995.
Prestasi Persib pada kurun waktu 1980 hingga 1990-an memang mengagumkan.
Namun, kejayaan itu tidak diraih dengan cara instan.
Bahkan, sebelum mencapai era keemasannya, Maung Bandung sempat mengalami keterpurukan hingga terdegradasi ke divisi bawah.
Baca juga: Kilas Balik Persib Vs AC Milan pada 1994, Pujian Capello untuk Gelandang Maung Bandung
Catatan kelam itu terjadi dalam kompetisi Perserikatan musim 1978-1979.
Saat itu, PSSI mulai mengubah format kompetisi, dengan membaginya kedalam berbagai divisi. Sistem promosi dan degradasi pun mulai diberlakukan.
Sayang, Persib gagal bersaing dan harus terdegradasi ke Divisi I. Ironi tersebut tak pelak menjadi tamparan keras bagi para pengurus Persib saat itu.
Berbagai upaya dilakukan pengurus untuk mengembalikan Persib ke kompetisi strata utama.
Upaya paling krusial yang dilakukan pengurus Persib saat itu adalah memperbaiki sistem regenerasi dengan merevolusi pembinaan sepak bola dalam internal tim.
Tak tanggung-tanggung, pengurus Persib sampai mendatangkan pelatih asal Polandia bernama Marek Janota untuk memperbaiki proses pembinaan.
Tugas Janota saat itu tidak hanya melatih, tetapi juga mencari talenta-talenta pemain muda terbaik di Jawa Barat yang bisa menjadi tulang punggung Persib.
Dalam proses pencarian pemain muda bertalenta, Janota sampai blusukan ke daerah-daerah terpencil di Jawa Barat.
Setelah tim terbentuk, para pemain tersebut digembleng dengan pola pelatihan keras "ala Janota".
Melalui pola latihan tersebut, pemain-pemain seperti Ajat Sudrajat, Robby Darwis, Adeng Hudaya, Iwan Sunarya, Bambang Sukowiyono, hingga Yudi Guntara pun muncul ke permukaan. Skuad Persib saat itu pun dijuluki sebagai "generasi emas".
Dengan penggabungan pemain muda dan senior, Persib akhirnya keluar dari masa sulit.
Setelah dua musim berkiprah di divisi I, Persib akhirnya kembali ke divisi utama musim 1983. Akan tetapi, bukan Janota yang membawa Persib promosi, melainkan mendiang Risnandar Soendoro.
Baca juga: Kilas Balik 1993-1995, Persib Merajai Kompetisi dengan Pemain Lokal
Menjelang bergulirnya kompetisi musim 1983, tampuk kepelatihan Persib kembali berganti.
Posisi Risnandar diambil alih oleh Omo Suratmo. Sentuhan Omo berhasil membawa Persib menembus babak final untuk menantang PSMS Medan.
Sayang, Ajat Sudrajat dkk gagal mengangkat trofi juara karena kalah dari PSMS melalui adu penalti.
Meski gagal juara, Persib mendapatkan penghargaan sebagai tim terbaik selama kompetisi. Pasalnya, Persib menunjukkan permainan yang menghibur dengan pola permainan umpan pendek dari kaki ke kaki.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.