Jangan pula, misalnya dari apa yang saya dengar, memberikan STY target mustahil memenangi tiga laga di sisa partai Kualifikasi Piala Dunia 2010 baru memecatnya bila dia tak berhasil.
Baca juga: Menpora kepada PSSI dan Shin: Jangan Perang Argumen, Mari Duduk Bersama...
Pertandingan terakhir, tandang ke Vietnam, dijadwalkan bergulir pada November 2020 (jika tak tertunda karena pandemi).
Alhasil, waktu akan semakin mepet bagi pelatih lain yang akan masuk untuk mempersiapkan tim ke Piala Dunia U20, dengan asumsi PSSI akan memakai model sama di mana pelatih senior juga menangani timnas di Piala Dunia U20.
Hubungan toxic seperti ini tak akan berhasil dan the clock is ticking.
Jika begini, lagi-lagi sepak bola Indonesia yang akan terkena imbasnya.
Ketua Umum PSSI, Mochammad Iriawan, harus tegas dengan pilihannya sebagai orang tertinggi di sepak bola Tanah Air saat ini.
Delapan bulan setelah resmi terpilih sebagai Ketum PSSI pada awal November 2019, rencana jangka panjangnya sudah harus mantap dan diterapkan.
Tujuannya, seperti yang berulang kali ia ungkapkan sendiri di berbagai kesempatan berbicara di depan umum, adalah demi kemajuan sepak bola Indonesia.
Nama baik bangsa juga dipertaruhkan jelang pagelaran Piala Dunia U20 2021.
Di sinilah harus jelas bahwa seluruh pihak mementingkan kepentingan bangsa di atas ambisi pribadi.
Saya tak alergi dengan opini bahwa pelatih Indonesia yang seharusnya menangani Garuda.
Baca juga: Usai Perang di Media, PSSI Minta Shin Tae-yong ke Indonesia Pekan Depan
Namun, pada faktanya, pelatih asing lebih banyak mengenyam sukses di sepak bola Tanah Air.
Mulai dari era Henk Wullems serta Sergei Dubrovin, hingga angkatan Stefano "Teco" Cugurra dan Simon McMenemy.
Mau tidak mau, standar kepelatihan dan jumlah pelatih lokal mumpuni kita masih belum mencukupi, sesuatu yang PSSI coba benahi selama beberapa tahun terakhir.
Setelah era Sofyan Hadi dan Rusdi Bahalwan, pelatih lokal terakhir yang mampu membawa timnya juara Liga Indonesia adalah Djadjang Nurdjaman saat Persib Bandung menjadi kampiun Liga Indonesia 2014.
Prestasi terkini Indra Sjafri di level klub adalah menukangi Bali United ke peringkat ke-12 Indonesian Soccer Championship A 2016, menderita 14 kekalahan dari 34 pertandingan.
Ia berhenti pada Februari 2017 setelah menerima tawaran timnas U19.
Fakta ini menunjukkan bahwa, suka atau tidak, prestasi IS di sepak bola baru terbatas ke level usia di bawah 22 tahun.
Apakah peruntungannya akan lebih baik di level timnas senior? Hanya waktu yang bisa menjawab.
Untuk sekarang, fans sepak bola Indonesia menunggu Iwan Bule beres-beres dalam rumahnya.
Setelah menyediakan situsnya sebagai platform bagi IS untuk bersuara, PSSI kini harus mengakomodir wawancara dengan STY, agar publik bisa menilai sendiri apa yang ada di benak pelatih asal Korsel tersebut.
Kebenaran harus menjadi milik STY juga.
Selebihnya, saya penasaran. Kenapa sih Indonesia tak bisa beranjak dari peringkat 170-an di ranking FIFA?
Masa dalam lima tahun ke depan, Indonesia tak dapat terbang lebih tinggi dan mencapai anak tangga ke-129, posisi rata-rata Garuda sejak ranking FIFA diciptakan?
Oleh karena itu saya teringat lagi pesan pesan sederhana yang disampaikan Presiden Jokowi di Istana Negara, pada suatu hari lima tahun silam:
"Ini ada yang salah dan ini yang perlu kita kerjakan, masa depan sepak bola kita harus lebih baik."
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.