Dari semua pembicaraan yang terpantau di medsos dan artikel-artikel online, para pengamat dan publik mulai membicarakan hal sama: Potensi dan ambisi Indra Sjafri menjadi pelatih timnas.
Ketua Satgas Timnas, Syarif Bastaman, memang sempat menyebut Indra sebagai pelatih dengan prestasi mumpuni yang bisa membuat Indonesia berprestasi.
Indra sendiri tak pernah menyembunyikan keinginannya untuk menjadi pelatih timnas.
Ia secara gamblang mengungkapkan hal tersebut kepada media setelah membawa Timnas U23 ke final SEA Games 2019.
"Tulis di koran dan di media bahwa Indra Sjafri pelatih lulusan terbaik dan siap untuk menjadi pelatih timnas Indonesia," tegas Indra seperti dikutip dari Antara.
"Saya siap kalau ditunjuk menjadi pelatih tim nasional," ujarnya sebelum Garuda Muda menelan kekalahan 0-3 dari Vietnam di Stadion Rizal Memorial, Filipina, yang menjadi kekalahan terbesar timnas di final SEA Games.
Baca juga: Balik Sindir, Indra Sjafri Sebut Shin Tae-yong Pelatih Congkak
Kendati terlihat pongah, saya mengerti kalau sang pelatih yakin bisa mengemban tanggung jawab di timnas. Toh, prestasi Indra berbicara di level umur.
Dia sukses membawa timnas menjadi juara Piala AFF U19 2013 dan Piala AFF U22 2019.
Keberhasilannya membawa Garuda Muda ke final SEA Games 2019 bahkan melewati pencapaian Luis Milla pada SEA Games 2017.
Hanya, sejarah berulang kali mengingatkan para pelaku sepak bola agar tidak terbuai dengan kesuksesan prematur.
Masih segar di ingatan ketika timnas angkatan 2010 diarak-arak mengikuti berbagai kegiatan tidak penting sebelum partai final Piala AFF melawan Malaysia.
Semua penggemar sepak bola Indonesia pasti masih ingat apa yang terjadi dalam dua leg partai pamungkas itu.
Pun, timnas U19 Indra Sjafri sendiri menjalani Tur Nusantara dengan melakoni 13 pertandingan melawan klub-klub lokal selama Februari-Maret 2014 seusai menjadi juara Piala AFF U19 2013.
Bahkan, Football-Tribe mencatat kalau dari Februari hingga Oktober 2014, timnas U19 menjalani 41 pertandingan uji coba.
Alhasil, Garuda Muda tak bisa berbicara banyak saat berlaga di Piala AFC U19 2014 di mana Garuda tak dapat sama sekali menorehkan kemenangan.
Ibaratnya, kita sudah terlebih dulu merayakan kendati garis finish masih jauh di depan.
Kembali lagi ke poin Jokowi di alinea pertama mengenai prestasi timnas Indonesia.
Sudah saatnya Ketum PSSI, Mochamad Iriawan, mengambil kendali dalam kisruh mengenai Shin Tae-yong (STY) ini.
Ingat, kita berada dalam situasi luar biasa di tengah pandemi virus corona ditambah waktu penyelenggaraan Piala Dunia U20 yang kian dekat.
Apabila PSSI masih menilai ada jalan keluar dari konflik ini dengan sang pelatih, segera rekonsiliasi dan konsepkan langkah-langkah ke depan.
Selaraskan visi bersama Shin.
Mungkin Shin tak akan mudah diajak kerja sama dan metodanya bisa terlihat asing bagi pelatih-pelatih Indonesia.
Namun, level sang pelatih memang sudah jauh di atas kita: Dia menjuarai Liga Champions Asia sebagai pemain dan pelatih.
Shin juga berpengalaman meloloskan dan melatih negara kelahirannya di Piala Dunia.
Prestasi-prestasi tersebut masih menjadi mimpi di siang bolong bagi klub dan timnas Indonesia.
Ikuti panduan dia dan jangan biarkan Satgas Timnas membatasi pergerakannya.
Di lain sisi, sah-sah juga apabila Iwan Bule dan PSSI tidak senang dengan koar-koar STY.
Secara tegas putus ikatan kerjanya dan ganti sang pelatih dengan orang pilihan mereka.
Jangan menunggu dirinya mengundurkan diri agar tak perlu membayar kompensasi sisa kontrak.