BANDUNG, KOMPAS.com - Di dunia sepak bola, adalah lumrah bagi seorang pesepak bola beralih profesi menjadi pelatih ketika sudah gantung sepatu alias pensiun.
Umumnya, sebelum mengemban jabatan sebagai pelatih kepala di sebuah klub, para pensiunan pesepak bola itu terlebih dulu menjajal karier sebagai pelatih di tim lintas usia atau asisten pelatih di tim senior.
Tujuannya adalah untuk belajar dari yang lebih berpengalaman, dan tentu saja menimba pengalaman melatih sebelum naik level menjadi seorang pelatih kepala atau manajer tim. Sebab, menjadi seorang pelatih itu bukan pekerjaan gampang.
Tidak hanya dibutuhkan kemampuan dalam meracik taktik dan strategi yang jitu untuk memenangi pertandingan. Lebih dari itu, para pelatih pun harus pandai dalam mengelola ego dari masing-masing pemain.
Artinya, selain dituntut bisa membawa sebuah tim mencapai prestasi tertinggi, seorang pelatih pun diwajibkan bisa menjaga kekondusifan ruang ganti.
Baca juga: Kayuhan Sepeda yang Antar Pelatih Persib Tembus Skuad Senior AFC Ajax
Akan tetapi, tidak sedikit juga karier kepelatihan dari mantan pesepak bola sudah dimulai sejak dia masih berstatus sebagai pemain aktif. Pengalaman tersebut juga yang didapatkan Robert Rene Alberts. Pelatih Persib Bandung itu sudah mulai menjajaki karier sebagai pelatih sejak dirinya masih aktif bermain.
Kisah tersebut dimulai ketika Robert melanjutkan karier sebagai pemain di Swedia. Robert hijrah ke Swedia pada 1977, setelah dua musim merumput di Amerika Serikat. Di Swedia, Robert awalnya bergabung bersama tim semi-profesional, Raa IF.
Sayangnya, nasib malang menimpa Robert. Dia mengalami cedera punggung yang mengharuskannya menjalani operasi. Akan tetapi, sosok berkebangsaan Belanda itu menolak tawaran dokter yang merawatnya untuk operasi. Menurut pemikiran Robert, operasi tidak menjamin dirinya bisa kembali bermain.
Meski begitu, Robert tetap berupaya menyembuhkan cederanya itu. Caranya, dengan melakukan program latihan ketat untuk kembali menguatkan otot di bagian punggungnya. Program tersebut terbukti berhasil. Dia akhirnya keluar dari masalah cedera dan kembali bermain.
Baca juga: Saat Persib Turut Bantu PSV Eindhoven Juara Liga Champions 1988...
"Ketika saya kembali bermain, saya bermain untuk tim yang bermain di strata kompetisi bawah. Klub tersebut adalah Hittarps IK," kata Robert, saat dihubungi wartawan, belum lama ini.
"Bersama klub itu, saya mulai membangun karier lagi di Swedia, kami menjadi tim yang fantastis karena menjadi sebuah unit yang kompak, kami seperti keluarga besar," kata dia.
Ketika sedang menikmati perannya sebagai pemain andalan di Hittarps IK, manajemen memutuskan untuk memecat pelatihnya saat itu. Alih-alih mencari pelatih pengganti yang lebih berpengalaman, manajemen justru menunjuk Robert yang kala itu masih menginjak usia 30 tahun.
Robert menyanggupi permintaan manajemen Hittarps IK. Meski awalnya merasa canggung karena harus melakoni tugas ganda di dalam tim, sebagai pemain dan pelatih.
Selain itu, dia juga harus mulai terbiasa menjalani peran sebagai teman sekaligus pelatih yang harus dihormati oleh rekan satu timnya.
Beruntungnya, Robert saat itu dia mendapatkan dukungan dari rekan setimnya. Hal tersebut yang membuatnya nyaman dan bisa menikmati peran ganda sebagai pemain dan pelatih di dalam tim.
Baca juga: Pernah Ditolak Persija dan Persib, Irfan Bachdim Ternyata Masih...
"Semua pemain tetap percaya dengan apa yang saya sampaikan dan kami mencapai sukses bersama. Jadi, peran sebagai pemain-pelatih sangat berguna bagi saya dan dari sana saya belajar dan mendapatkan pengalaman dalam melatih," kata Robert.
"Sebenarnya, saat itu saya juga sempat mendapatkan tawaran yang menarik dari salah satu klub Swedia lainnya. Namun, saya masih tetap dengan loyalitas untuk tetap bersama klub ini," kata dia.
Terbentuknya filosofi Robert dalam melatih
Meski awal karier kepelatihannya terbilang sukses, bukan berarti Robert tidak pernah melakukan kesalahan. Diakuinya, dalam satu masa dirinya pernah melakukan kesalahan, yang dalam anggapan Robert layak masuk dalam kategori fatal.
Kejadiannya terjadi saat dia menjalani musim keduanya bersama Hittarps IK. Pada masa pramusim menjelang musim baru, Robert merumuskan program latihan yang fokus pada peningkatan teknik olah bola para pemain.
Sayangnya, program latihan tersebut terbukti tak efektif, terutama bagi para pemain senior. Maka, ketika kompetisi dimulai, Hittarps IK bermain seperti halnya tim sepak bola yang dipenuhi pemain-pemain yang baru belajar bermain bola.
"Mereka jadi kehilangan konsentrasi. Mereka jadi lebih fokus pada bagaimana saya melakukan ini (teknik) di pertandingan seperti anak kecil, ketika ingin sesuatu, maka harus didapatkan. Itu kesalahan besar saya sebagai pelatih," ucap Robert, mengungkapkan.
Akan tetapi, Robert pun enggan terlalu keras terhadap dirinya sendiri. Sebab, dia berkayakinan, kesalahan adalah hal yang lumrah dalam permainan sepak bola. Bahkan, kesalahan fatal pun sangat mungkin dilakukan oleh pelatih berpengalaman.
Robert memilih menjadikan kesalahan tersebut sebagai sebuah pengalaman berharga. Tentunya pelajaran agar tak lagi terulang di masa mendatang.
"Jadi, saya harus bisa berkompromi, hidup berdampingan dengan itu dan menjadikannya pelajaran bahwa ketika melakukan kesalahan, saya harus bangkit dan tidak boleh melakukan kesalahan yang sama di masa depan," tutur Robert.
"Satu hal yang paling dipelajari dari itu adalah pelatih harus menerapkan taktik sesederhana mungkin karena kalau tidak bisa, itu bisa membuat pemain kebingungan," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.