Rafli adalah remaja asal Enrekang, Sulawesi Selatan, daerah yang berjarak sekitar 225 kilometer dari Ibu Kota Provinsi, Makassar.
Rafli adalah pemain PSM U16 saat berlaga di kompetisi Elite Pro Academy U-16 tahun 2019 silam. Ia adalah top skor turnamen tersebut dengan torehan 14 gol.
Prestasi tersebut yang membuatnya langsung masuk radar tim pencari bakat sampai akhirnya diikutsertakan dalam program Garuda Select.
Rafli adalah pemain yang masuk PSM karena kebetulan.
Dalam sebuah turnamen, tim yang dibelanya berjumpa dengan tim junior PSM.
Pertemuan itulah yang membuat bakat Rafli terendus. Jadi, bisa dibayangkan apa yang akan terjadi seandainya Rafli dan tim lamanya tidak bertemu PSM.
Bisa jadi, bakat besarnya itu tak pernah diketahui banyak orang.
Timo berujar faktor kebetulan itulah yang tidak terjadi di Jerman.
Menurut dia, Federasi Sepak Bola Jerman (DFB) punya tim yang khusus untuk mencari bakat-bakat terbaik yang ada di negara tersebut, bahkan hingga ke pelosok negeri.
Ia berujar DFB menerapkan sistem yang baik hingga tidak ada satu pun pemain berbakat yang lepas dari pantauan.
Atas dasar itu, Timo tak setuju dengan celetukan bahwa Indonesia tak punya 11 orang yang bisa diandalkan untuk bermain sepak bola.
Baca juga: Budaya Sehari-hari Orang Indonesia yang Tak Cocok Diterapkan di Sepak Bola
"Bukannya tidak ada, melainkan karena tidak dicari," ujar Timo yang juga fasih berbahasa Jawa itu.
Ucapan Timo mungkin ada benarnya jika berkaca pada cerita dua juru taktik lokal yang berpengalaman dalam mencari pemain muda berbakat, Indra Sjafri dan Fakhri Husaini.
Pada Oktober 2018, Fakhri sempat mengeluhkan minimnya kompetisi usia dini di Indonesia.
Fakhri mengaku sempat datang ke salah satu provinsi dan berbincang dengan pelaku sepak bola yang ada di sana.
Dari informasi yang ia peroleh, turnamen pemain usia muda hanya marak jelang pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada).
"Kompetisinya ada setiap empat tahun sekali. Awalnya, saya mengira mau mengikuti waktu Piala Dunia, tetapi ternyata buat pilkada. Jadi, kalau sudah mau pilkada, baru ada kompetisi," ucap Fakhri saat kunjungannya ke kantor Redaksi Tabloid Bola, Palmerah, Jakarta, Kamis (4/10/2018).
Baca juga: Sepak Bola Filipina, Dulu Dipermak 1-13, Kini Sudah Ungguli Indonesia
Fakhri sempat mengapresiasi turnamen-turnaman usia muda yang diadakan pihak swasta, salah satunya Liga Kompas Gramedia.
Namun, ia menilai turnamen seperti itu hanya terbatas di kota-kota besar, khususnya di Pulau Jawa.
Karena itu, Fakhri sempat mengusulkan agar setiap provinsi mengadakan turnamen yang diikuti minimal 10 klub saja.
Jika masing-masing klub diisi minimal 15 pemain, akan ada 150 pemain yang ada di provinsi tersebut.
Baca juga: Timnas Indonesia Kalah Lagi, Salah Siapa?
Jika dikalikan 34 provinsi, ada potensi Indonesia akan memiliki pasokan pemain muda berkualitas yang berlimpah untuk kebutuhan tim nasional.