JAKARTA, KOMPAS.com - Pada 25 September 2018, seorang suporter Persija Jakarta bernama Haringga Sirla tewas dikeroyok sekelompok oknum suporter Persib Bandung menjelang laga lanjutan Liga 1 2018 antara kedua tim di Stadion Gelora Bandung Lautan Api.
Tewasnya Haringga, yang sebenarnya sudah kesekian kalinya terjadi di persepakbolaan Indonesia, memantik keprihatinan banyak pihak. Bahkan, sampai-sampai Liga 1 2018 sempat diberhentikan sementara.
Banyak pihak yang menginginkan agar kasus Haringga menjadi pelajaran dan instrospeksi agar kejadian serupa tak terulang lagi.
Namun, nyatanya, tak sampai setahun setelah tewasnya Haringga, kekerasan di sepak bola Indonesia kerap saja terjadi, walaupun tak ada yang berujung maut.
Kerusuhan suporter bahkan langsung mewarnai laga pembukaan Liga 1 2019 antara PSS Sleman vs Arema FC di Stadion Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta, Mei 2019.
Kejadian-kejadian serupa terus terjadi dalam beberapa bulan setelahnya, di antaranya adalah pelemparan bus pemain Persija oleh oknum suporter PSM Makassar di sekitar area Stadion Andi Mattalatta, Mattoangin, Makassar, akhir Juli 2019.
Baca juga: PT LIB Segera Tindak Lanjuti Kasus Penyerangan Bus Persib
Kasus kekerasan akibat tindakan suporter itu bahkan terjadi dalam selang waktu yang tidak relatif lama.
Pada 5 September, oknum pendukung timnas Indonesia menyerang tribune suporter Malaysia saat laga kualifikasi Piala Dunia 2022 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta.
Kericuhan bahkan berlanjut di luar stadion pascalaga yang berakhir dengan kemenangan 3-2 untuk timnas Malaysia itu.
Pada 14 September, bus yang ditumpangi pemain Persib dilempari batu oleh orang tak dikenal seusai laga tim tersebut melawan PS Tira Persikabo, di Stadion Pakansari, Cibinong, Kabupaten Bogor.
Kasus kekerasan yang sudah kesekian kalinya terjadi di persepakbolaan Indonesia itu pun mengundang keprihatinan banyak pihak, salah satunya pesepak bola senior, Bambang Pamungkas.
Melalui Instagramnya, Bepe, sapaan Bambang, menyayangkan kasus pelemparan bus ke pemain Persib.
Baca juga: Terkait Penyerangan Bus Persib, Jakmania Bantah Terlibat
Dari unggahan Bepe, ada beberapa hal yang disorot olehnya, salah satunya potensi sulitnya mendapat izin penyelenggaraan pertandingan.
"Coba bayangkan, jika dikarenakan tindakan suporter tersebut membuat ijin keamanan, dan penyelenggaraan pertandingan sepak bola menjadi sulit didapat?" tulis Bepe.
"Atau dikarenakan sepak bola sudah dianggap menjadi aktifitas yang membahayakan masyarakat, maka pemerintah mencabut rekomendasi liga, sehingga dengan sangat terpaksa liga harus dihentikan?" lanjutnya.
Jika merunut ke belakang, izin penyelenggaraan pertandingan sepak bola Indonesia memang tergolong sulit diperoleh.
Suatu pertandingan bisa tak mendapat izin saat personel kepolisian sedang sibuk dalam pengamanan kegiatan kamtibmas lainnya.
Contohnya, kompetisi Liga 1 2019 saja dimulai setelah perhelatan Pemilihan Presiden dan Pemilihan Umum usai.
Pada November 2018, Persija gagal mendapat izin pertandingan melawan PS Tira di Kota Bekasi karena kepolisian setempat sedang ada agenda Operasi Mantap Brata dan Operasi Zebra.
Pada awal Agustus, Perseru Badak Lampung FC gagal mendapat izin pertandingan melawan Persela Lamongan saat bersamaan sedang ada Pekan Raya Lampung.
Baca juga: Terkait Ekshibisi Lawan Persija, PSIS Tunggu Izin Kepolisian
Padahal, berkaca di Inggris, sebuah pertandingan tidak perlu mendapat pengamanan ketat kepolisian jika statusnya masih dalam kategori A.
Prosedur keamanan di Inggris memiliki sejumlah basis kategori, dimulai dari kategori A untuk yang minim resiko kerusuhan, dan C+ untuk yang paling tinggi resiko.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.