Di bawah asuhan Maurizio Sarri musim 2018-2019, Chelsea yang awalnya bertaji, perlahan menampilkan performa yang tidak konsisten pada tengah musim.
Mereka kerap kali memperoleh hasil negatif. Puncaknya pada saat dibantai 0-6 dari Manchester City (10/2/2019).
Tak pelak, rangkaian hasil buruk itu menuai kecaman dari pendukung The Blues. Sarri dinilai menampilkan taktik yang kaku lewat "Sarri Ball"-nya.
"Anda tidak tahu apa yang Anda lakukan," nyanyian para penggemar Chelsea tentang strategi yang ditampilkan Sarri.
Sarri memang dinilai sebagai orang yang keras kepala. N'Golo Kante dan Eden Hazard adalah korban dari kakunya sifat mantan pelatih Napoli tersebut.
Baca juga: Susul Maurizio Sarri, Jorginho Berharap Diincar Juventus
Kante yang selama kariernya didapuk sebagai gelandang bertahan harus rela pindah posisi sebagai gelandang tengah di era Sarri. Alasannya, agar taktik "Sarri Ball" lancar dengan menempatkan Jorginho sebagai gelandang bertahan.
Untuk kasus Hazard, ia mengaku frustasi lantaran berbeda pendapat dengan Sarri.
"Saya tidak hanya membuat Conte frustrasi. Dalam karier saya, saya telah membuat semua pelatih saya frustrasi, dan sekarang, saya membuat Sarri frustrasi," ucap Hazard.
Hal-hal semacam itulah yang akan dihindari Lampard saat membesut Chelsea.
Dilansir Goal, Lampard adalah tipe pelatih yang mengerti pemainnya dan dinilai kerap memeragakan taktik yang lebih fleksibel. Ditambah, status Lampard adalah legenda Chelsea yang tahu seluk-beluk tim.
Laga antara Manchester United vs Derby County pada kompetisi Piala Liga di Old Trafford (26/9/2019) menjadi bukti begitu fleksibel dan cerdasnya strategi Lampard.
Melalui skema serangan balik dan transisi yang rapi, Derby mampu mengimbangi penguasaan bola Man United.
Laga tersebut akhirnya dimenangkan Derby melalui drama adu penalti usai sepanjang 90 menit kedua tim bermain imbang 2-2.
Kesempatan membangun dinasti
Lampard ke Chelsea tidak sendirian. Ia membawa asisten pelatihnya saat di Derby County, Jody Morris.