KOMPAS.com - Frank Lampard akhirnya kembali ke Chelsea. Kali ini bukan sebagai pemain, melainkan pelatih.
Lampard meneruskan tongkat estafet kepelatihan yang sebelumnya dipegang Maurizio Sarri.
Bersama klub yang membesarkan namanya itu, Lampard dikontrak selama tiga tahun, atau hingga 2022.
Dilansir dari situs resmi klub, peraih 684 caps bersama The Blues itu mengatakan bahwa ia tidak ingin disanjung atas sumbangsihnya sebagai pemain Chelsea pada waktu lampau.
"Saya tidak ingin dipuji karier bermain saya karena saya harus dinilai berdasarkan apa yang saya lakukan ke depan," kata Lampard dalam konferensi pers pertamanya sebagai pelatih Chelsea.
Baca juga: Dampak dari Lampard Latih Chelsea, Gianfranco Zola Hengkang
Selama 13 musim berkostum biru, Lampard telah mengoleksi 13 gelar juara, sekaligus berhasil menjadi top skor klub sepanjang masa dengan raihan 211 golnya.
Chelsea yang dikenal "selalu" mendatangkan pelatih top dunia sejak era Roman Abramovich melakukan kejutan dengan memilih Lampard.
Pasalnya, Lampard masih minim jam terbang karena baru saja terjun ke dunia kepelatihan.
Debut pertamanya sebagai pelatih saat menangani klub kasta kedua Liga Inggris, Derby County, pada musim lalu.
Mantan gelandang tim nasional Inggris itu hampir membawa Derby promosi ke English Premier League, kasta teratas Liga Inggris, musim 2019-2020 andai pada laga final play-off tidak dikalahkan Aston Villa.
Baca juga: Legenda Arsenal Nilai Penunjukan Lampard Masih Prematur
Namun, prestasi tersebut tidaklah cukup. Keputusan Chelsea memilih Lampard sebagai pelatih utama pun dinilai prematur.
Penilaian itu salah satunya datang dari eks penggawa Chelsea era 2001-2004, Emmanuel Petit.
"Saya merasa bahwa pekerjaan (melatih) di Chelsea terlalu cepat datang untuk Frank (Lampard), kata Petit, dilansir dari Metro.
Meski dinilai terlalu cepat, ada beberapa pengecualian mengapa akhirnya Chelsea memilih Lampard.
Lampard berbeda dengan Sarri