KOMPAS.com - Liga Inggris telah memasuki fase terakhir kompetisi dan kini hanya tinggal menyisakan delapan laga lagi.
Hingga pekan ke-31, Liverpool dan Manchester City menjadi dua tim terkuat dalam persaingan gelar juara.
Liverpool dengan koleksi 76 poin kini memimpin klasemen dan unggul dua angka atas Man City yang baru bermain 30 kali.
Baca juga: Klasemen Liga Inggris, Liverpool Unggul 2 Angka atas Manchester City
Melihat ketatnya persaingan ini, maka semua mata akan tertuju kepada dua sosok pelatih, yakni Juergen Klopp milik Liverpool dan Pep Guardiola bersama Man City.
Menurut Hendrick Buchheister dari koran Jerman, Die Zeit, Klopp dan Guardiola memiliki karakter dan sifat yang berbeda.
Klopp dipandang Hendrick sebagai seorang ideolog, sedangkan Guardiola adalah ahli strategi. Hal itu tecermin dari cara Klopp dan Guardiola melatih.
Bagi Klopp, sepak bola adalah ideologi. Karakter itu membuat Klopp sangat cocok dengan Liverpool yang merupakan tim dengan tradisi kuat di Inggris.
Jumlah 18 gelar Liga Inggris dan lima trofi Liga Champions adalah beberapa faktor yang membuat nama Liverpool disegani di negeri sendiri maupun Eropa.
Angkernya Stadion Anfield dan himne You'll Never Walk Alone dari para fans menjadi aspek nonteknis yang juga melambungkan Liverpool.
Baca juga: Juergen Klopp Ingin Persembahkan Gelar Juara untuk Rakyat Liverpool
Namun, kejayaan itu diraih Liverpool di masa lalu. Liverpool seperti hidup dengan sejarah sebagai pakaian untuk menutupi kesulitan mengulang kejayaan di tubuhnya.
Publik Liverpool kemudian kembali bergairah menyambut sosok Juergen Klopp pada akhir 2015. Klopp langsung membuat banyak gebrakan yang menunjukkan karakter sang pelatih sebagaimana disebut Hendrick adalah seorang ideolog.
Salah satu gebrakan Klopp yang mungkin paling diingat adalah terkait plat "This is Anfiled" di lorong stadion. Seperti diketahui, plat itu menjadi ikon Stadion Anfield dengan filosofi kuat baik untuk Liverpool maupun tim lawan.
Bagi Liverpool, para pemain terbiasa menyentuh plat itu sebelum bertanding untuk menambah rasa percaya untuk bertanding. Bagi lawan, plat itu menjadi tanda dan peringatan bahwa pertandingan tidak akan mudah karena mereka bermain di Stadion Anfield.
Saat kali pertama datang, Klopp langsung mengubah kebiasaan para pemain Liverpool yang sudah ada sejak lama. Klopp melarang para pemainnya menyentuh plat tulisan "This Is Anfield" di lorong stadion saat hendak keluar memasuki lapangan.
Menurut Klopp, plat itu adalah tanda kejayaan Liverpool yang punya magi tinggi sehingga harus sangat dihormati.
Klopp menilai hanya pemain yang sudah memberi gelar juara untuk Liverpool yang pantas menyentuh plat "This is Anfield".
Dari sisi teknis, Klopp terkenal dengan strategi gegenpressing. Strategi itu secara garis besar mengandalkan tenaga pemain untuk terus berlari merebut bola dengan cepat dan mencetak gol dalam waktu singkat.
Taktik ini dinamai Klopp dengan sebutan sepak bola Heavy Metal yang garang dan bertenaga. Karakter dan strategi ini membuat Klopp langsung mendapat tempat di hati para pendukung Liverpool.
Baca juga: INFOGRAFIK: Rekor Juergen Klopp bersama Liverpool di Anfield..
Sama seperti alasan melarang pemain menyentuh plat "This is Anfield", Klopp tentunya ingin menjadi juara agar romansa yang sudah terbangun dengan Liverpool tidak berakhir sia-sia.
Berbeda dari Klopp, Guardiola adalah ahli strategi. Guardiola adalah sosok pelatih yang ingin timnya bermain sangat sempurna yakni selalu menyerang siapa pun lawannya.
Tiki taka atau perpindahan bola dari kaki ke kaki menjadi ciri khas sepak bola ala Guardiola.
Pelatih asal Spanyol itu ingin semua pemain di atas lapangan terlibat saat menyerang, termasuk kiper.
Baca juga: Guardiola: Man City Gagal Juara Liga Champions Bukan Bencana!
Alhasil, para pemain yang pernah diasuh Guardiola dianggap memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Di awal masa jabatannya, Guardiola langsung mengeluarkan banyak uang untuk belanja pemain. Total 12 pemain didatangkan termasuk dua kiper top di dua musim pertama.
Tangan dingin Guardiola membuat ikon dan kapten kedua Man City, Joe Hart, harus terbuang dari skuad. Menurut Guardiola, Joe Hart tidak punya kemampuan umpan yang bagus untuk mendukung skema permainannya.
Keputusan Guardiola itu sempat dikecam publik Inggris karena Joe Hart adalah kiper utama timnas Inggris. Namun, Guardiola seolah tidak peduli dengan kecaman dari luar. Baginya, selama pemain tidak punya kemampuan yang dinginkan pasti tidak akan mendapat tempat di tim.
Hal serupa juga pernah dilakukan Guardiola saat membesut Barcelona. Di musim pertamanya, Guardiola berani menjual pemain bintang sekaliber Ronaldinho.
Perfeksionis adalah kata yang tepat menggambarkan bagaimana cara Guardiola melatih.
Hal itu juga tercermin dalam film dokumenter berjudul "All or Nothing". Film itu menceritakan perjalanan penuh Man City pada musim 2017-2018.
Baca juga: Kompany Prediksi Liverpool Menangi Sisa Laga Liga Inggris
Guardiola menjadi sosok yang paling sering mendapat sorot kamera di film tersebut. Satu adegan yang paling sering muncul adalah ketika Guardiola memberi motivasi kepada pemain sebelum pertandingan atau saat jeda.
Entah saat Man City tertinggal atau unggul, Guardiola selalu berapi-api dalam berbicara. Terdapat empat kalimat yang sangat sering diucapkan Guardiola kepada pemainnya saat pertandingan.
Empat kalimat itu adalah "Kita harus menang, kita harus mencetak gol, kita harus bermain menunjukkan keberanian, dan kita harus lebih banyak menguasai bola".
Keempat kalimat itu sudah cukup menggambarkan bagaimana Guardiola yang selalu ingin timnya bermain sangat sempurna dan tidak mengubah filosofi dalam kondisi apa pun.
Hasilnya, Guardiola membawa Man City juara Liga Inggris musim lalu dengan berbagai rekor, seperti selisih poin terlebar, jumlah gol, dan total kemenangan di Liga Inggris.
Delapan Laga Sisa Penentu Gelar Juara
Di musim ini, baik Klopp dan Guardiola sudah berulang kali saling melontarkan pujian. Klopp memuji Guardiola sebagai pelatih terbaik di dunia.
Sementara itu, Guardiola menganggap Liverpool asuhan Klopp adalah tim paling komplet di Eropa, bahkan dunia.
Entah kebetulan atau tidak, setelah Klopp dan Guardiola melontarkan pujian, kedua tim langsung menelan kekalahan di Liga Inggris.
Baca juga: De Bruyne: Saya adalah Penggemar Liverpool sejak Kecil
Man City kalah dua kali beruntun pada pekan ke-18 dan ke-19 setelah Klopp memuji Guardiola akhir Desember 2018 lalu.
Di sisi lain, Guardiola membawa Man City mengalahkan Liverpool pada pekan ke-21 awal Januari 2019.
Kemenangan Man City itu diraih tiga hari setelah Guardiola menyebut Liverpool tim terbaik dunia.
Hasil laga di Stadion Etihad itu menjadi kekalahan pertama dan satu-satunya yang didapat Liverpool di Liga Inggris musim ini.
Jika niat Guardiola dan Klopp memuji lawannya sebagai serangan psikologis, maka keduanya mendapatkan hasil yang diinginkan.
Baca juga: Mohamed Salah Tumpul, Sadio Mane Pikul Beban Liverpool
Di sisa delapan laga musim ini, Liverpool dan Man City sama-sama akan berhadapan dengan dua tim bepredikat enam besar musim lalu.
Liverpool masih akan melawan Tottenham Hotspur (pekan ke-32) dan Chelsea (34). Adapun Man City masih harus berhadapan dengan Manchester United (laga tunda pekan ke-31) dan Spurs (35').
Keempat laga ini tentunya akan sangat menentukan peta persaingan juara untuk Liverpool dan Man City.
Persaingan ini jauh berbeda dari musim lalu, di mana Man City sangat mendominasi. Man City sudah menyegel gelar juara pada pekan ke-34 dan mengakhiri musim dengan keunggulan 19 poin.
Baca juga: Lallana Yakin Persaingan Liverpool dan Man City Berlangsung hingga Laga Terakhir
Menilik sejarah Premier League, kedua tim juga pernah bersaing ketat pada musim 2013-2014. Saat itu, Liverpool harus rela memberikan gelar juara untuk Man City karena pada tiga laga penutup hanya bisa meraih empat poin.
Para pendukung Liverpool tentunya tidak akan pernah melupakan kejadian memilukan itu. Apa lagi, mantan kapten dan Legenda Liverpool, Steven Gerrard, turut menjadi biang kegagalan.
Insiden Gerrard terpeleset saat Liverpool kalah 0-2 dari Chelsea pada pekan ke-36 hingga saat ini masih sering dibicarakan. Pada akhirnya, Man City menjadi juara dengan keunggulan dua angka atas Liverpool.
Baca juga: Guardiola Takkan Menyesal Jika Liverpool Juara Liga Inggris Musim Ini
Di musim ini, baik Liverpool dan Man City punya ambisi berbeda untuk juara Liga Inggris. Liverpool tentunya ingin mengakhiri puasa juara sejak 1990 dan meraih trofi Premier League pertamanya.
Gelar Liga Inggris ke-19 yang diraih pada 2019 untuk mengakhiri puasa selama 19 tahun terlihat sangat spesial untuk Liverpool.
Di sisi lain, Man City yang kerap dianggap tim baru di Inggris juga tidak mau kehilangan momen.
Menjadi tim Inggris pertama yang mampu meraih quadruple alias empat gelar dalam semusim menjadi ambisi Guardiola dan Man City.
Sejauh ini, Man City sudah meraih Carabao Cup, melaju ke semifinal Piala FA, dan perempat final Liga Champions.
Baca juga: Mo Salah Korbankan Mimpi di Liga Champions demi Juarai Liga Inggris
Melihat kedalaman skuad saat ini, Man City di atas kertas mampu menciptakan sejarah tersebut.
Lantas siapa yang menjadi pemenang antara ideologi Juergen Klopp atau strategi Pep Guardiola? Semua itu akan terjawab pada Mei mendatang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.