JAKARTA, KOMPAS.com - Wafatnya Purnomo Muhammad Yudhi meninggalkan kesedihan di kalangan pelaku olahraga nasional.
Purnomo adalah sprinter andalan Indonesia era 1980-an. Ia mengembuskan napas terakhirnya dalam usia 56 tahun di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta Selatan, Jumat (15/2/2019) sekitar pukul 09.40 WIB.
Mantan perenang nasional, Lukman Niode, merasa terpukul dengan kepergian Purnomo.
"Saya sedih, sahabat saya pergi," kata perenang yang bersama Purnomo menggagas berdirinya Asosiasi Olimpian Indonesia.
Baca juga: Menpora: Purnomo Adalah Legenda Atletik Kita
Lukman Niode dan Purnomo menjalani pelatnas bersama menjelang SEA Games 1983, 1985, dan 1987, serta Asian Games 1982, 1986, dan Olimpiade 1984.
Menurut Lukman Niode, Purnomo mempunyai karakter disiplin, pekerja keras, pantang menyerah, berani, dan percaya diri.
"Setiap kali bertemu Purnomo, dia selalu bilang agar Indonesia bisa mengirim lebih dari 50 atlet ke Olimpiade dan agar Indonesia bisa meraih tiga hingga empat medali emas," kata Lukman Niode.
Memiliki tujuan
Menurut pelatih sprint Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PB PASI) Eni Nuraini, Purnomo adalah sosok atlet yang serius, disiplin, dan punya tujuan pasti.
Semasa aktif, Purnomo sangat tekun berlatih dan dia punya target tinggi untuk dirinya sendiri.
Salah satu impian dia yang selalu diulang-ulang adalah ingin tampil di Olimpiade.
"Dia bisa mencapai impiannya itu. Bahkan, dia bisa sampai semifinal, yang hingga sekarang belum bisa disamai prestasinya oleh atlet-atlet penerusnya," ujar Eni.
Eni mengatakan, Purnomo pun tidak sekadar berlatih. Dia berlatih dengan sepenuh hati dan punya target capaian di setiap latihannya.
"Itu patut dicontoh oleh para atlet-atlet Indonesia saat ini. Bahwa jadi atlet, bukan hanya latihan-latihan. Mereka harus ada visi dan misi yang jelas dari setiap latihannya," ujarnya.
Direktur Pelatnas PB PASI sekaligus Komisi Peningkatan Prestasi PB PASI, Mustara, menuturkan, selepas pensiun jadi atlet, Purnomo pun masih berkontribusi untuk dunia atletik nasional.
Dia aktif sebagai pengurus PB PASI. Selama jadi pengurus organisasi, dia pun aktif memberikan kritik membangun dan motivasi untuk para pengurus lain.
Baca juga: Sejahterakan Atlet, Pesan Terakhir Mantan Sprinter Purnomo Yudhi
Untuk para atlet, dia juga selalu menyempatkan diri datang melihat perkembangan latihan hingga menyaksikan pertandingan. Bahkan, itu dilakukannya saat sudah sakit.
"Purnomo benar-benar jadi contoh nyata dunia olahraga Indonesia. Dia mencurahkan dirinya sepenuh hati untuk perkembangan dunia olahraga nasional, terutama atletik. Sebagai atlet maupun pengurus organisasi, dia menjadi teladan nyata untuk kita semua," ujar Mustara.
Totalitas Purnomo juga diungkapkan putra sulungnya, Gian Asiara (30).
"Saat menahan sakit, papa tetap bicara tentang olahraga Indonesia," kenangnya di rumah duka, Perumahan Discovery Lumina, Tangerang Selatan.
Penuh perhatian
Di tengah sakit, perhatiannya terhadap perkembangan olahraga Indonesia tak padam. Purnomo selalu bercerita tentang perlunya menyejahterakan olahraga Indonesia. Hal itu mencakup tentang perhatian pemerintah terhadap siapa pun yang telah mengharumkan nama bangsa.
"Jangan bicara soal memajukan olahraga Indonesia karena olahraga Indonesia tidak pernah mundur, tetapi sejahterakanlah olahraga Indonesia," demikian petuah sang ayah, pada pengujung masa hidupnya.
Di sisi lain, peraih emas nomor 100 meter kejuaraan ASEAN II di Kuala Lumpur, Malaysia, 1982 ini, tak hentinya memberi motivasi kepada orang lain.
"Papa selalu menceritakan kisah hidupnya kepada siapa pun. Ia pernah pergi ke sekolah dengan tidak pakai sepatu. Berkat kegigihan, sekarang bisa menyekolahkan anak-anaknya," kata Gian.
Baca juga: Papa Purnomo Sosok yang Kuat, Memotivasi Penderita Kanker seperti Dia
Emma Tahapary, mantan atlet atletik yang juga hadir ke rumah duka, tak bisa menahan air matanya ketika bercerita tentang rekannya yang pernah sesama di pelatnas itu. Betapa tidak, Purnomo adalah penyemangat baginya.
Di kejuaraan atletik ASEAN 1984 di Manila, Filipina, Purnomo tak hentinya memberi semangat kepada Emma. Hal itu manjur. Emma berhasil mencatatkan waktu 54,2 detik di nomor lari 400 meter.
"Om Pur menunggu saya di finis, dia memeluk dan merangkul saya. Kenangan manis itu tak bisa saya lupakan sampai sekarang," kata Emma.
Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi mengatakan, kegigihan Purnomo harus menjadi contoh bagi sprinter muda Indonesia. Kepada Imam, istri Purnomo bercerita bahwa suaminya, manusia tercepat di era 1980-an, tidak pernah menyerah terhadap penyakitnya. Semangatnya untuk sembuh tetap tinggi.
"Purnomo adalah legenda dan sekarang beliau sudah meninggalkan kita, dan kita akan melanjutkan perjuangannya, yaitu menjadi pemuncak di Olimpiade," kata Imam. (Insan Alfajri)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.