KOMPAS.com - Situs resmi Formula 1 (F1) merilis video wawancara Michael Schumacher yang direkam dua bulan sebelum mantan juara dunia jet darat ini mengalami kecelakaan.
Schumacher mengalami cedera parah setelah kecelakaan saat bermain ski di Pegunungan Alpen, Perancis, pada akhir tahun 2013 lalu.
Hari ini, Kamis (3/1/2019), Michael Schumacher genap berusia 50 tahun. Namun, kondisi Schumacher masih menjadi misteri hingga kini.
Dilansir BolaSport.com dari situs resmi F1, ada beberapa hal yang diungkap Schumacher dalam sebuah sesi wawancara sebelum mengalami kecelakaan.
Salah satunya ialah gelar juara dunia paling emosional bagi Schumacher di sepanjang karier balap F1.
Berikut enam hal yang diungkap Michael Schumacher pada video wawancara di situs resminya.
1. Gelar juara dunia paling emosional
Sebagai sosok legendaris pada ajang F1, Schumacher tercatat berhasil meraih tujuh gelar juara dunia sepanjang kariernya.
Namun, di antara semua kemenangan itu, hanya ada satu kemenangan yang dia sebut sebagai kemenangan paling emosional.
Baca juga: Bos F1 Maklumi Sikap Tertutup Keluarga soal Kesehatan Michael Schumacher
"Kemenangan paling emosional jelas di Suzuka (GP Jepang) pada 2000 bersama Ferrari. 21 tahun tanpa gelar juara dunia bagi Ferrari," tutur Schumacher.
"Empat tahun bagi saya sendiri, berjuang keras untuk mencapainya dan akhirnya berhasil pada 2000, Suzuka, memenangi balapan untuk meraih gelar juara yang luar biasa," kata Schumacher lagi.
2. Rival paling dihormati
Selama puluhan tahun berkarier sebagai pebalap, Schumacher tentu punya banyak rival.
Akan tetapi, ada satu lawan yang diakui Schumi, demikian ia biasa disapa, sebagai rival paling dihormati.
Sosok itu adalah Mika Hakkinen (Finlandia).
Schumacher dan Hakkinen saling beradu kecepatan sejak masih sama-sama balapan di ajang Formula 3 (F3).
Rivalitas ini berlanjut sampai mereka ada di kelas paling elite yakni F1.
"Pria yang paling saya hormati selama ini adalah Mika Hakkinen. Pertarungan yang luar biasa, tetapi relasi personal kami tetap stabil," kata Schumi.
3. Idola masa kecil Schumacher bukan pebalap
Schumacher tak menampik bahwa sosok mendiang Ayrton Senna (Brasil) mencuri perhatiannya saat masih membalap di level karting.
Selain Senna, juara F3000 tahun 1995 Vincenzo Sospiri (Italia) juga sempat dia kagumi.
Meski begitu, Schumi menegaskan bahwa idola masa kecilnya bukanlah pebalap melainkan pesepak bola yang nama keluarganya sama persis dengan nama keluarga Schumi.
"Pada awal karier di karting, saya melihat Ayrton Senna dan Vincenzo Sospiri yang sangat saya kagumi. Namun, idola sesungguhnya buat saya ialah Toni Schumacher karena dia adalah pesepak bola yang hebat," kata Schumi.
Toni Schumacher adalah eks penjaga gawang nomor satu Jerman yang memiliki sederet kontroversi dalam perjalanan kariernya.
4. Ragu dengan kemampuan menyetir
Bagi sebagian besar orang, Schumacher identik dengan arogansi. Namun, siapa sangka di balik pencitraan yang negatif itu, Schumi justru memiliki rasa tidak percaya diri terhadap kemampuan menyetirnya.
"Rekor adalah satu hal. Keraguan, saya pikir sangat penting untuk tidak terlalu percaya diri, untuk menjadi skeptis, untuk mencari pengembangan dan langkah selanjutnya," ucap Schumacher.
"Saya selalu merasa kurang cukup baik dan perlu memperbaiki diri. Itulah salah satu resep yang membuat saya menjadi seperti sekarang," kata dia lagi.
Baca juga: Pihak Keluarga Akhirnya Ungkap Kondisi Kesehatan Michael Schumacher
5. Mempelajari semua rival
Selain selalu memiliki keraguan, salah satu kunci sukses Schumacher di F1 ialah mempelajari semua rivalnya.
Rival-rival yang dia maksud bukan hanya yang berada di jajaran terdepan, tetapi seluruh lawan.
"Untuk mengembangkan diri, untuk menemukan langkah lain, Anda melihatnya pada mobil, diri sendiri, dan pebalap lain," tutur Schumi.
"Anda tidak hanya melihat pebalap-pebalap terjago, tetatpi semuanya. Semua pebalap punya sesuatu yang istimewa untuk saya ketahui," kata Schumacher lagi.
6. Bakat bukan segalanya
Schumacher tidak diragukan lagi merupakan salah satu pebalap F1 terbaik yang pernah ada.
Namun, Schumi tak pernah menganggap bakatnya yang membawa dia menjadi sosok tersebut.
Bagi dia, ada banyak hal yang menjadi faktor kesuksesannya hingga meraih tujuh gelar juara dunia F1.
"Bakat di olahraga otomotif, atau di olahraga lain, memang penting, tetapi bukan segalanya," ucap Schumacher.
"Anda betul-betul perlu mengembangkan banyak kemampuan. Karting adalah dasar yang bagus untuk membuktikan bakat, tetapi juga mencari tahu kebutuhan apa yang diperlukan untuk menjadi seorang pebalap," kata dia lagi. (Diya Farida Purnawangsuni)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.