9. Wiel Coerver (Belanda/1975-1976 & 1979)
Arsitek asal Belanda Wiel Coerver dan asistennya Wim Hendriks didaratkan PSSI demi target lolos Kualifikasi Olimpiade 1976. Coerver punya catatan manis, yakni gelar Piala UEFA bersama Feyenoord Rotterdam.
Ia lalu menggagas terbentuknya turnamen segitiga antara Indonesia, Ajax Amsterdam, dan Manchester United. Selanjutnya giliran klub asal Austria, Voest Linz, dan Grasshopper.
Ia menggembleng 40 pemain di Diklat Salatiga. Pada 12 Januari 1976, Indonesia menahan imbang Grasshopper 3-3. Ketika melawan Voest Linz pada 14 Desember 1975, 25.000 penonton Indonesia harus kecewa. Kondisi nonteknis tim juga panas berkaitan dengan bongkar pasang kepengurusan PSSI.
Campur tangan terhadap kekuasaan Coerver di lapangan juga kerap terjadi. Intervensi Maladi–saat itu sebagai Dewan Penasihat PSSI–ketika melawan Voest Linz semakin menambah panas hubungan antara Coerver dan federasi.
Konflik itu mengerucut dan membuat pelatih yang terkenal dengan metode piramidanya itu tak betah. Alhasil, target lolos ke Olimpiade 1976 itu pun gagal tercapai.
Indonesia kalah adu penalti dari Korea Utara. Kontrak Coerver berakhir pada Mei 1976. Namun, ia kembali dipanggil PSSI untuk menjadi penasihat timnas SEA Games 1979. Garuda meraih perak.
Ajang Internasional
10. Marek Janota (Polandia/1979)
Marek melatih Persija pada 1977. Ia bergelar Master of Physical Education dari Wychowenie Fizycnego, Akademi Pendidikan Jasmani di Warsawa.
Ia juga mengantongi sertifikat dari “Chairman Committee of Physical Culture and Touring” Polandia yang menobatkannya sebagai Pelatih Kelas Satu pada 1971.
Janota tercatat pernah menangani tim nasional remaja dan junior. Sayang, Marek tidak memiliki kesempatan untuk berjuang di SEA Games 1979.
Ia memilih mundur karena merasa diintervensi PSSI.
Indonesia juga menuai hasil buruk pada Piala Kirin 1979 di Jepang. Rudy Keltjes dkk dibantai Tottenham Hotspurs 6-0, Fiorentina 4-0 dan Jepang 4-0.
Ajang Internasional
11. Frans van Balkom (Belanda/1980-1981)
Frans van Balkom menjadi pelatih Belanda ketiga yang menukangi Indonesia. Indonesia membidik juara SEA Games 1981, Kualifikasi Olimpiade 1980, dan Kualifikasi Piala Dunia 1982.
Cuma satu tugas Balkom yang berhasil dikerjakan, yaitu Kualifikasi Olimpiade 1980. Namun, ia gagal membawa Indonesia lolos. Catatan itu membuat PSSI tak memperpanjang kontraknya.
Ajang Internasional
12. Harry Tjong (1981 dan 1985)
Pelatih kelahiran Makassar ini tak lama menahkodai Indonesia. Ia diganti Endang Witarsa setelah timnas dikalahkan Australia, Selandia Baru, dan ditahan Fiji di Kualifikasi Piala Dunia 1982. Tjong dipercaya lagi pada SEA Games 1985. Timnas ke semifinal, tetapi kalah 0-7 dari tuan rumah Thailand.
Ajang Internasional
13. Bernd Fischer (Jerman/1981-1983)
Bernd Fischer dikontrak dengan bayaran Rp 5 juta per bulan. Ia diberi tugas meraih emas SEA Games 1981. Namun, ia cuma berhasil mendapat perunggu. Kontraknya berakhir pada 1983.
Ajang Internasional
14. Muhammad Basri (1983)
Setelah membawa Niac Mitra juara Galatama, M Basri mengantar tim asuhannya itu memenangi seleksi timnas untuk Kualifikasi Olimpiade 1984. Sukses menahan imbang Arab Saudi 1-1 di Jakarta pada partai pertama fase grup, Indonesia akhirnya menjadi juru kunci setelah gagal mengatasi Malaysia, Singapura, dan India.
Ajang Internasional
15. Iswadi Idris (1983)
Dengan Bernd Fischer sebagai penasihat teknis, Iswadi membawa timnas ke SEAG 1983 di Singapura. Untuk pertama kali timnas gagal lolos fase grup setelah antara lain dikalahkan Thailand 0-5 dan ditahan Brunei 1-1.
Ajang Internasional
16. Sinyo Aliandoe (1983 dan 1984-1985)
Tak ada prestasi mentereng ketika pelatih bernama lengkap Sebastian Sinyo Aliandoe ini menukangi tim nasional Indonesia pada 1983.
Namun, ia kemudian membawa timnas menjuarai subgrup Kualifikasi Piala Dunia 1986 pada Maret-April 1985 setelah mengatasi Thailand, India, dan Bangladesh. Impian lolos ke Meksiko dibuyarkan Korea Selatan.
Ajang Internasional
17. Joao Lacerda Filho Barbatana (1984)
Barbatana mulai melatih PSSI Garuda pada medio 1983. Meski menjadi pelatih tim junior, skuad asuhan Barbatana tampil di Kualifikasi Piala Asia 1984.
Ajang Internasional
18. Bertje Matulapelwa (1985-1987)
Bertje memotivasi anak asuhnya selepas kekalahan telak 0-7 kontra Thiland di semifinal SEA Games 1985. Asian Games 1986 menjadi pembuktian.
Indonesia mampu menembus semifinal sebelum digebuk Korea Selatan 0-4 pada 3 Oktober 1986.
Indonesia harus puas di posisi keempat setelah pada perebutan perunggu kalah dari Kuwait 0-5. Bertje memberikan obat pelipur lara dengan menorehkan sejarah di SEA Games 1987 Jakarta. Ia sukses meraih emas.
Ajang Internasional
19. Trio Basiska (Muhammad Basri, Iswadi Idris, dan Abdul Kadir/1989)
Trio Basiska disatukan tahun 1989 untuk laga Kualifikasi Piala Dunia 1990. Banyaknya komando dari bangku cadangan membuat para pemain kebingungan.
Tengok saja pertandingan uji coba ke Jerman Barat dan Belanda. Gawang timnas kebobolan 23 gol dan hanya memasukkan lima gol.
Ajang Internasional
20. Anatoli Fyodorovich Polosin (Rusia/1990-1992 & 1994)
Pelatih asal Rusia ini disambut dengan nada pesimisme. Metode kepelatihannya yang superkeras juga sempat menjadi perdebatan. Keraguan tersebut akhirnya terbayar dengan hasil manis.
Polosin mampu melahirkan pemain yang mampu berlari sepanjang 4 kilometer dalam waktu 15 menit dan membuat VO2max pemain Indonesia seperti pemain Eropa. Timnas Indonesia yang bergaya Eropa Timur itu meraih emas SEAG 1991 di Manila.
Ajang Internasional
21. Ivan Toplak (Yugoslavia/1992-1993)
Ivan Toplak asal Yugoslavia punya tugas memimpin Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia 1994. Hasilnya gagal total. Target emas SEA Games 1993 di Singapura juga meleset. Garuda hanya menempati posisi keempat.
Ajang Internasional
22. Romano Matte (Italia/1995)
Pada 20 Januari 1995, Romano Matte resmi melatih timnas setelah hampir dua tahun berkutat dengan Primavera. Di SEA Games 1995, Garuda mencetak skor terbesar sepanjang sejarah kala itu, yakni 10-0 versus Kamboja. Namun, Indonesia gagal lolos dari fase grup.
Ajang Internasional
23. Andi M Teguh
Andi M Teguh menjadi caretaker untuk Kualifikasi Piala Asia 1996 menggantikan Romano Matte. Dia meloloskan tim ke putaran final setelah menyisihkan India dan Malaysia.
Ajang Internasional
24. Danurwindo (1996-1997)
Ilmu Danurwindo dari Italia (Baretti) dimanfaatkan. Pada Februari 1996, PSSI menunjuk Danurwindo. Ia membawa Indonesia ke putaran final Piala Asia 1996 meski cuma menjadi juru kunci Grup A. Setelah itu ia gagal pada Kualifikasi Piala Dunia 1998
Ajang Internasional
25. Henk Wullems (1997)
SEA Games 1997 di Jakarta menjadi hajatan besar PSSI di akhir tahun. Henk Wullems menjadi juru racik timnas usai mengantarkan Bandung Raya kampiun Liga Indonesia. Sayang, Indonesia hanya kebagian perak.
Ajang Internasional
26. Rusdy Bahalwan (1998)