KOMPAS.com - Ada hal berbeda pada penyelenggaraan Piala Presiden 2018. Pada saat turun minum babak kedua, panitia lokal akan mengumumkan sejumlah data menarik, mulai dari jumlah penonton hingga pedagang asongan di stadion.
Ya, bukan hanya jumlah penonton dan pendapatan panitia dari tiket masuk ke stadion tuan rumah. Penonton di stadion dan audien di layar kaca juga bisa mengetahui berapa lapak pedagang kaki lima di sekitaran stadion dan jumlah pedagang asongan di antara ribuan penonton.
Pemunculan data pada saat jeda pertandingan itu memang dimaksudkan untuk transparansi ke publik tentang penyelenggaraan Piala Presiden 2018. Tranparansi memang menjadi salah satu visi dan misi penyelenggaraan turnamen pramusim ini.
"Transparansi merupakan bagian dari komitmen kami untuk menjaga kemurnian Piala Presiden," ucap Maruarar Sirait, Ketua Steering Committe Piala Presiden 2018, saat jumpa pers pengundian perempat final, Rabu (31/1/2018).
Selain transparansi, ekonomi kerakyatan menjadi visi dan misi lain dari Piala Presiden. Ketika membuka Piala Presiden edisi perdana pada 2015, Presiden Joko Widodo sudah mengingatkan akan hal tersebut.
"Mari bersama-sama menyukseskan acara ini karena berdampak positif bagi seluruh elemen masyarakat, terutama para pedagang, yang bisa meraup keuntungan dari penyelenggaraan ini," kata Jokowi di Stadion I Wayan Dipta, Gianyar, pada 30 Agustus 2015.
Presiden Jokowi, dalam beberapa kesempatan, memang berkali-kali menegaskan bahwa ekonomi kerakyatan merupakan salah satu pilar penting dalam menyangga perekonomian nasional.
Menurut Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (alm) Prof Dr Mubyarto, ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang menunjukkan keberpihakan bersungguh-sungguh pada ekonomi rakyat.
"Ekonomi kerakyatan pada intinya adalah pembangunan ekonomi yang pro poor dan pro growth. Artinya, setiap kebijakan ekonomi akan berdampak langsung kepada masyarakat bawah," kata Monang Tobing, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, kepada Kompas.com, Selasa (6/2/2018).
"Minimal, dampak ekonomi (terasa) di daerah tuan rumah penyelenggaraan. Saya melihat, ketika Solo menjadi tuan rumah babak 8 besar Piala Presiden 2018, pertumbuhannya bagus, mulai dari sektor perhotelan hingga perdagangan," tutur dia melanjutkan.
Solo, selaku tuan rumah babak 8 besar memang bisa menjadi contoh dari tumbuhnya ekonomi masyarakat dengan adanya Piala Presiden 2018. Berbeda dengan lima tuan rumah fase grup, di Solo tidak ada tim yang berasal dari kasta teratas Liga Indonesia.
Wajar apabila kemudian ada 8 tim Liga 1 yang datang, antusiasme warga terpantik, termasuk para pedagang, untuk menyemut ke sekitaran Stadion Manahan, tempat berlangsungnya empat pertandingan perempat final.
Kehadiran ribuan suporter itu memicu gelombang urbanisasi dadakan ke Kota Solo, termasuk para pedagang. Hal itu tampak dari lapak di seputaran Stadion Manahan.
Mereka yang mengadu nasib di tempat itu bukan hanya pedagang asli Solo. Terdapat pula sejumlah pedagang dari daerah lain yang coba mengadu nasib, memanfaatkan euforia Piala Presiden 2018.
Salah satunya Sugiarto. Penyandang disabilitas asal Demak ini rela menempuh jarak cukup jauh dengan motor khusus, demi berjualan pernak-pernik sepak bola.