Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Aloysius Gonsaga AE
Soccer Assistant Editor

ASISTEN EDITOR BOLA

Marquee Player laksana Pedang Bermata Dua

Kompas.com - 15/04/2017, 10:14 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorJalu Wisnu Wirajati

Pedang bermata dua

Tentu ada alasan yang kuat bagi PSSI ketika mengizinkan klub menggunakan marquee player. Kehadiran para pemain bintang tersebut diharapkan bisa meningkatkan gairah sepak bola di Tanah Air, yang tentunya bermuara pada peningkatan kualitas tontotan, termasuk memberi efek positif kepada pemain lokal. 

Idealnya memang demikian. Marquee player harus bisa memberikan dampak seperti yang diharapkan untuk perkembangan sepak bola di dalam negeri, sehingga dana fantastis yang dikeluarkan untuk ukuran klub di Tanah Air, tidak sia-sia. 

Namun klub harus jeli dan hati-hati ketika memilih marquee player karena tak selamanya mereka bisa memenuhi ekspektasi. Selain karena level permainan yang timpang, hal lain yang harus diantisipasi adalah marquee player justru bisa menjadi perusak keharmonisan tim lantaran adanya ketimpangan gaji tetapi tidak sebanding dengan kontribusinya.

Pelatih Bhayangkara FC, Simon McMenemy, sudah memiliki pengalaman itu ketika masih melatih Mitra Kukar. Pada tahun 2012, mereka mengontrak mantan pemain Crystal Palace dan Blackburn Rovers, Marcus Bent. Hasilnya? Sangat mengecewakan!

"Di sini, suporter ingin pemain bintang dan marquee player harus menjadi pilar yang bisa mengubah tim jadi lebih baik. Jika pemain itu gagal, suporter menekan dan itu tak bagus.

"Padahal, itu sebenarnya bukan salah pemain berstatus marquee player tetapi semua terkait level permainan dan kesepahaman dalam menjalankan tugas di lapangan," ujar Simon seperti dikutip dari Juara.net.

Baca: Cerita Pemain Asing di Indonesia, dari Kisah Pilu hingga Rapor Merah

"Level permainan Marcus Bent jauh di atas pemain Indonesia, dia gagal maksimal. Artinya, pemahaman permainan sepak bola di negeri ini dan Premier League, misalnya, jauh. Itu akan jadi masalah. Berdasarkan pengalaman itu, saya tidak butuh marquee player di Bhayangkara FC," tambah Simon.

Lain lagi komentar manajer umum Arema FC, Ruddy Widodo. Dia menyorot kebijakan marquee player yang menurutnya bisa menjadi duri dalam daging, sehingga Arema tidak gegabah mengimplementasikannya.

"Kalau memang keuntungan yang didapat dari keberadaan marquee player bakal maksimal, kami akan ambil. Tetapi kalau malah justru nanti menjadi duri dalam daging, lebih baik tidak," ujarnya.

"Arema akan mempertimbangkan dengan cermat dan saksama tentang kehadiran marquee player. Tentunya hal ini tidak sekadar untuk membuat ramai dan menjadikan klub terkenal. Kalau untuk popularitas, Arema sudah terkenal."

Memang, kehadiran marquee player seperti pedang bermata dua. Di satu sisi, dia bisa membuat klub menjadi daya tarik yang luar biasa sehingga bisa menguntungkan, baik secara finansial maupun prestasi. 

Namun jika sebaliknya, marquee player akan membunuh klub, terutama soal keuangan. Sebab, marquee player tidak terkena aturan salary cup yang digariskan PSSI dan PT Liga Indonesia Baru (LIB) selaku operator Liga 1.

Untuk kompetisi resmi, PSSI-PT LIB memberlakukan pembatasan nilai kontrak pemain atau salary cap yakni batas bawah sebesar Rp 5 miliar dan batas atas Rp 15 miliar. Klub boleh melewati batas maksimal itu asalkan ada hitungan kontrak marquee player.

Jadi, perlu pemikiran yang sangat matang bagi klub jika ingin menggaet marquee player. Jangan sampai dampak negatifnya jauh lebih besar dari keuntungan yang didapat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com