Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jalu W. Wirajati

Seseorang yang awalnya mengaku paham sepak bola, tetapi kemudian merasa kerdil ketika sudah menjadi wartawan bal-balan per April 2004. Seseorang yang suka olahraga, khususnya, sepak bola, tetapi menikmatinya dari tepi lapangan.

Menanti Pembuktian Nama Tengah Essien di Persib Bandung

Kompas.com - 16/03/2017, 07:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

KOMPAS.com - Michael Kojo Essien resmi menjadi pemain baru Persib Bandung per Selasa (14/3/2017). Jagat media sosial pun ramai, tidak hanya di Bandung atau Indonesia, bahkan seluruh dunia.

"Mantan bintang Chelsea Michael Essien bergabung dengan klub yang belum pernah terdengar sama sekali," tulis GiveMeSport, salah satu media olahraga yang berbasis di London, Inggris.

Essien bisa dikatakan sebagai salah satu gelandang terbaik di dunia, setidaknya pada era keemasan dia. Rentetan gelar pernah diraihnya bersama Olympique Lyon dan Chelsea, dua klub besar di Perancis dan Inggris.

Bahkan, ketika kondisinya tak sebugar dulu karena mengalami cedera akut, Essien tetap menjadi daya tarik bagi klub lain. Real Madrid pernah meminjam jasanya, lalu AC Milan menggaetnya.

Selepas dari AC Milan, Essien yang masih membawa cedera bawaan, masih laku di pasaran saat dikontrak oleh salah satu klub besar Yunani, Panathinaikos. Saking besarnya nama Essien, dia menjadi pemain dengan nilai kontrak terbesar di klub tersebut.

Baca juga: 5 Fakta Menarik soal Essien

Bisa dikatakan, Essien sudah merasakan segala kemewahan sepak bola Eropa dengan segala kemegahan kariernya itu. Bukan hanya Eropa, bahkan dunia.

Ingat, dua kali dia merepresentasikan The Black Star, julukan tim nasional Ghana, di kompetisi sepak bola terakbar di muka bumi, Piala Dunia.

Piala Dunia, turnamen yang hanya bisa kita rasakan riuhnya tiap empat tahun sekali - sekalipun banyak dari kita mengklaim bahwa negeri ini tampil sebagai wakil Asia pertama yang bisa tampil di dalamnya, padahal Indonesia baru merdeka tujuh tahun setelahnya.

Berdasar pengalaman, prestasi, kemampuan, dan usianya yang "masih" 34 tahun itulah, Essien dianggap masih bisa laku untuk dijual ke klub dengan iklim kompetisi yang lebih baik di Eropa atau bergabung ke klub MLS, Jepang, bahkan China, tetapi kenapa Indonesia?

Kejutan? Memang!

Baca juga: Kostum Orisinal Persib Michael Essien Laris Manis

Bagaimana mungkin, Essien sebagai kolektor medali juara Premier League hingga Liga Champions memilih bergabung dengan klub dari negara yang disebut penyanyi Justin Bieber the middle of nowhere?

Bagaimana mungkin, Essien yang pada 19 Mei 2012 dikalungi medali juara Liga Champions di Allianz Arena, berselang 1.760 hari berganti kostum ke klub biru lain yang berjarak 12.050 kilometer dari kota kelahirannya, Accra.

Mungkin seperti itulah anggapan publik luar yang tak tahu betapa besarnya atmosfer sepak bola di negeri ini. Padahal, Indonesia adalah negara dengan jumlah pesepak bola, terdaftar maupun tidak, terbanyak ketujuh di dunia.

Baca juga: Essien Gabung ke Persib, Apa Kata Dunia? 

Berdasar laporan FIFA, ada 265 juta jiwa yang bermain sepak bola di muka bumi, Indonesia punya 7,094 juta di antaranya. Inggris apalagi Ghana bahkan sama sekali tak masuk daftar 10 besar.

Akan tetapi, jika dihitung jumlah pesepak bola terdaftar, posisi kita memang tak nongol dan kalah dari Belanda yang hanya berpenduduk seperlima belas dari penduduk Indonesia. Dengan 17 juta penduduk, 6,82 persen di antaranya adalah pesepak bola.

Hanya, jangan pernah remehkan kecintaan masyarakat Indonesia terhadap sepak bola. Meski kompetisi negara ini masih karut-marut dan profesionalisme masih sekadar jargon yang diembuskan, antusiasme warganya terhadap si kulit bulat tak surut.

Bayangkan saja, di negara ini, banyak yang rela menonton pertandingan sepak bola pada tengah malam untuk menyaksikan tim kesayangannya. Padahal, tim tersebut berjarak ribuan kilometer dari Indonesia. 

"Kamu gila," ujar seorang rekan asal Uganda ketika ditanya kebiasaan saya menonton pertandingan sepak bola di layar kaca pada dini hari. 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com