Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ranieri dan Leicester, Kini Dongeng Itu Berakhir dengan Pilu...

Kompas.com - 24/02/2017, 13:14 WIB
Eris Eka Jaya

Penulis

KOMPAS.com - Musim lalu, atau musim 2015-2016, ibarat cerita dongeng yang berakhir dengan indah bagi klub Leicester City. Bagaimana tidak, prestasi fantastis telah diraih The Foxes, julukan Leicester City, yakni meraih gelar Premier League.

Itu bukan hanya soal kisah luar biasa dari tim underdog, dengan menyingkirkan klub besar lain, seperti Manchester United, Chelsea, dan Arsenal, melainkan tentang seorang "pria baik" yang akhirnya bisa membawa timnya menjadi juara.

Ya, Claudio Ranieri. Pelatih asal Italia ini telah lama dianggap sebagai sosok yang menyenangkan di dunia sepak bola Eropa. Namun, di sisi lain, kemampuannya dalam melatih masih kerap dipertanyakan.

"Mr Runner-up", julukan Ranieri ini, selain "Tinkerman" karena kegemarannya dalam merotasi pemain, menyiratkan keraguan publik akan kemampuannya karena prestasi besarnya "hanya" membawa klub menjadi runner-up (peringkat kedua).

Dalam persaingan liga, dia pernah membawa klubnya menjadi runner-up saat melatih Chelsea, Juventus, AS Roma, dan AS Monaco. Bahkan, untuk level negara, dia pernah gagal saat melatih tim nasional Yunani.

Akan tetapi, musim 2015-2016, dia membungkam keraguan itu dengan membawa Leicester menjuarai Premier League, prestasi di luar perkiraan banyak orang.

Padahal, pada musim sebelumnya, Leicester hanya sebuah tim yang berusaha terhindar dari ancaman degradasi. Gelar itu pun menjadi gelar juara liga pertama bagi Ranieri dan Leicester.

"Saya selalu berpikir bahwa saya akan memenangi liga di suatu tempat. Saya adalah pribadi yang sama saat dipecat oleh Yunani," kata Ranieri dalam satu kesempatan setelah membawa The Foxes juara. 

"Mungkin orang lupa dengan karier saya. Bukan seolah-olah orang akan lupa. Namun, saya adalah orang yang sama seperti saat saya berada di bangku cadangan tim nasional Yunani. Saya tidak berubah," tuturnya. 

Prestasi menakjubkan itu pun memastikan Ranieri sebagai manajer terbesar sepanjang sejarah Leicester.

"Roda berputar" dan pemecatan

Akan tetapi, pada musim ini, roda dunia tengah berputar bagi Ranieri. Manajer berusia 65 tahun ini harus menerima kenyataan timnya tertatih-tatih dalam menjalani laga.

Jamie Vardy, striker Leicester, dkk saat ini tengah terpuruk di klasemen sementara Premier League. Hingga pekan ini, sang juara bertahan itu menempati peringkat ke-17, hanya satu tingkat dari jurang degradasi.

Dari 25 pertandingan, Leicester hanya bisa menang lima kali, sisanya seri enam kali dan kalah 14 kali, dengan raihan total 21 poin, unggul satu angka dari Hull City yang menempati batas terakhir degradasi.

Leicester kesulitan mengulang aksi heroik musim lalu. Hilangnya pekerja keras di lini tengah, N'golo Kante, menurunnya performa pemain andalan seperti Vardy dan Mahrez, serta kurangnya kedalaman skuad karena turut serta dalam Liga Champions, dinilai menjadi faktor kemerosotan Leicester.

LINDSEY PARNABY/AFP Claudio Ranieri memberi instruksi kepada Jamie Vardy saat Leicester City bertandang ke markas Hull City, Sabtu (13/8/2016).

Hingga akhirnya, keputusan itu pun tercuat. Kamis, 23 Februari 2017, Ranieri harus menerima kenyataan pahit. Pihak klub membuat keputusan berani dengan memecat Ranieri sebagai manajer.

"Leicester City Football Club telah berpisah dengan Claudio Ranieri. Ranieri diangkat sebagai manajer pada Juli 2015, memimpin klub menuju kejayaan terbesar dalam 133 tahun sejarah klub dengan gelar juara Premier League untuk kali pertama," bunyi pernyataan klub.

"Statusnya sebagai manajer tersukses Leicester City sepanjang masa tidak diragukan. Akan tetapi, hasil di liga domestik telah menempatkan klub sebagai peserta Premier League dalam ancaman dan dewan secara berat hati merasa perlu adanya perubahan di level kepemimpinan," lanjut pernyataan itu.

Fakta ini seolah kembali mengingatkan publik akan "kejamnya" dunia sepak bola pada era modern ini. Insan sepak bola bisa mengingat hal yang serupa pernah dialami Jose Mourinho (kini Manajer Man United).

Ketika kembali ke Chelsea, pada musim 2014-2015, Mourinho berhasil membawa klub milik Roman Abramovich itu menjuarai Premier League.

Akan tetapi, pada musim berikutnya, 2015-2016, Mourinho harus menerima pemecatan yang dilakukan oleh pihak klub karena saat itu Chelsea terpuruk.

Ya, dunia sepak bola terkadang bisa menunjukkan sisi "kejamnya".

GLYN KIRK/AFP Pelukan Jose Mourinho kepada Claudio Ranieri saat Manchester United dan Leicester City berhadapan di Community Shield, Minggu (7/8/2016).

Keputusan mengejutkan

Keputusan The Foxes memecat Ranieri mengundang kritik, sebuah reaksi yang sama ketika musim lalu pihak klub mengumumkan telah merekrutnya untuk melatih Vardy dkk.

Salah satunya adalah Jose Mourinho. Mourinho menunjukkan empati atas pemecatan Ranieri. Dia menilai banyak hal yang sudah berubah dalam sepak bola modern.

"Juara Inggris dan Pelatih Terbaik FIFA Tahun Ini dipecat. Begitulah sepak bola modern, Claudio," tulis Mourinho dalam akun Instagram pribadinya.

"Tetaplah tersenyum, kawan. Tak ada seorang pun bisa menghapus sejarah yang telah Anda tulis," tulis manajer Manchester United itu. 

Leicester seolah tengah menunjukkan diri sebagai klub yang tidak takut untuk membuat keputusan besar.

Sebelumnya, saat penunjukan awal Ranieri sebagai pengganti Nigel Pearson (pelatih Leicester sebelumnya) pun menimbulkan respons yang sama, keterkejutan.

"Claudio Ranieri? Benarkah?" begitu respons mantan striker Leicester, Gary Lineker, ketika mengetahui Ranieri menakhodai The Foxes.

"Ranieri berpengalaman, tetapi ini pilihan tidak inspiratif yang dibuat oleh Leicester," tulis legenda Leicester City, Gary Lineker, pada akun Twitter-nya setahun silam.

Selain itu, kejutan lainnya ialah pemecatan Ranieri ini "datang" 16 hari setelah Leicester merilis pernyataan menjanjikan, yakni "dukungan tak tergoyahkan" mereka untuk pelatih asal Italia tersebut.

Kata-kata itu sekarang seolah menjadi "cincin kosong". Untuk musim ini, dongeng untuk Ranieri berakhir dengan pilu, tidak indah seperti tahun lalu.

Namun, Ranieri tetaplah Ranieri, seorang pria baik yang selalu berusaha membuka pikiran para pemainnya.

Apa pun itu, Leicester, dengan para pendukung dan tentu saja Lineker, harus berterima kasih kepada Ranieri. Di tangan dialah, Leicester untuk kali pertama bisa menjuarai Premier League...

Selamat menjalani kisah dan cerita berikutnya, Ranieri...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Persebaya Vs Bali United, Mental Kuat Bajul Ijo

Persebaya Vs Bali United, Mental Kuat Bajul Ijo

Liga Indonesia
Klasemen Liga Italia: Inter Scudetto, Jauhi Milan dan Juventus

Klasemen Liga Italia: Inter Scudetto, Jauhi Milan dan Juventus

Liga Italia
Fakta Menarik Korsel, Lawan Timnas U23 Indonesia di Perempat Final Piala Asia U23

Fakta Menarik Korsel, Lawan Timnas U23 Indonesia di Perempat Final Piala Asia U23

Liga Indonesia
Babak Akhir Ten Hag di Man United, Disebut Tidak Ada Jalan Kembali

Babak Akhir Ten Hag di Man United, Disebut Tidak Ada Jalan Kembali

Liga Inggris
Respons Pemain Persib Usai Ikuti 'Kelas' VAR Liga 1

Respons Pemain Persib Usai Ikuti "Kelas" VAR Liga 1

Liga Indonesia
Format Baru Liga 1 Disebut Seru, Apresiasi Trofi untuk Borneo FC

Format Baru Liga 1 Disebut Seru, Apresiasi Trofi untuk Borneo FC

Liga Indonesia
Persib Dapat Sosialisasi Penerapan VAR untuk Championship Series Liga 1

Persib Dapat Sosialisasi Penerapan VAR untuk Championship Series Liga 1

Liga Indonesia
Cara AC Milan Ganggu Pesta Scudetto Inter Milan di San Siro

Cara AC Milan Ganggu Pesta Scudetto Inter Milan di San Siro

Liga Italia
Indonesia Cetak Sejarah di Piala Asia U23, Kekuatan Poros Ernando-Rizky Ridho

Indonesia Cetak Sejarah di Piala Asia U23, Kekuatan Poros Ernando-Rizky Ridho

Timnas Indonesia
Pelatih Timnas U23 Korea Terkejut dengan STY, Indonesia Lawan Sulit

Pelatih Timnas U23 Korea Terkejut dengan STY, Indonesia Lawan Sulit

Timnas Indonesia
Indonesia Vs Korea Selatan: PSSI Upayakan Nathan Tjoe-A-On Kembali

Indonesia Vs Korea Selatan: PSSI Upayakan Nathan Tjoe-A-On Kembali

Timnas Indonesia
Inter Juara Serie A, 'Demonismo', dan Karya Master Transfer Marotta

Inter Juara Serie A, "Demonismo", dan Karya Master Transfer Marotta

Liga Italia
Pengamat Australia Soal Syarat Timnas Indonesia Jadi 'Superpower' di Asia

Pengamat Australia Soal Syarat Timnas Indonesia Jadi "Superpower" di Asia

Timnas Indonesia
Kontroversi Gol Hantu di El Clasico, Barcelona Siap Tuntut 'Rematch'

Kontroversi Gol Hantu di El Clasico, Barcelona Siap Tuntut "Rematch"

Liga Spanyol
STY Paham Korea Selatan, Disebut Senjata Tertajam Timnas U23 Indonesia

STY Paham Korea Selatan, Disebut Senjata Tertajam Timnas U23 Indonesia

Timnas Indonesia
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com