Walau area itu terbuka, tidak beratap, dan tidak tersedia kursi, para penonton tidak ada yang beranjak pergi saat hujan. Pada musim hujan, para penonton di bagian "open" itu sudah melengkapi dirinya dengan jas hujan atau sekadar kertas koran atau kardus sebagai pelindung badan.
Pada setiap pertandingan bola yang penting, di Stadion Ikada disiapkan "korps musik" yang akan melantunkan lagu-lagu mars perjuangan yang dapat memberikan semangat kepada para pemain dan juga kepada penonton.
Di radio pun, siaran pandangan mata sepak bola selalu diselingi dengan lagu-lagu mars. Lagu mars tertentu telah menjadi pertanda bahwa pertandingan bola tengah berlangsung atau siaran pandangan mata sepak bola tengah berjalan.
Pada pertandingan-pertandingan besar, penonton cukup banyak yang membanjiri Stadion Ikada walau tidak sebanyak penonton yang kerap datang di stadion utama Senayan belakangan ini.
Bagi anak-anak kala itu, ada modus untuk dapat ikut menonton gratis pertandingan bola, yaitu dengan cara berpakaian yang cukup rapih seperti pakaian yang dikenakan untuk sekolah. Kemudian, anak-anak itu sambil “mejeng” mencoba memohon kepada orang-orang yang akan masuk menonton ke stadion untuk dapat diajak masuk.
Pada waktu itu, dengan satu karcis, penonton dewasa sepertinya berhak membawa satu atau bahkan dua anak kecil bersamanya. Sebaliknya, yang terjadi adalah para penonton dewasa juga dengan senang hati mengajak anak-anak di sekitar stadion untuk masuk menonton pertandingan bersama ke dalam stadion.
"Om, ikut Om!" demikian kira-kira permintaan anak-anak itu untuk dapat diajak masuk menonton sepak bola ke dalam stadion. Biasanya setelah dapat mengikuti penonton dewasa masuk ke stadion, anak-anak itu langsung memisahkan diri untuk mencari tempat duduk sendiri di tempat yang disukainya atau yang nyaman bagi dirinya.
Lucu juga mengenang akan hal ini karena sepertinya tidak akan pernah terjadi lagi hal serupa belakangan ini.
Tidak jauh dari Stadion Ikada, masih dalam kawasan lapangan Gambir, terdapat pula lapangan sepak bola yang digunakan sebagai ajang putaran kompetisi dari jajaran klub yang bernaung di bawah Persija Jakarta.
Lapangan bola tersebut hanya memiliki satu tribune, dan itu pun bangunannya terbuat dari kayu. Beberapa perkumpulan yang terkenal adalah klub Hercules, UMS, Setia, dan Maesa.
Bagi anak-anak usia remaja, ada pula kegiatan klub yang dikenal sebagai “anak gawang”, terdiri dari anak-anak remaja yang merupakan kader dan cikal bakal pemain klub Persija. Salah satu yang terkenal adalah klub MBFA, kalau tidak keliru.
Dalam skala yang kecil dan relatif sederhana, klub-klub anak gawang di Jakarta pada saat itu cukup eksis. Minimal pada saat itu sudah ada tempat bagi anak-anak sekolah untuk dapat mengembangkan hobi dan bakatnya dalam bidang olahraga sepak bola.
Kecintaan akan sepak bola sebenarnya memang sudah menjalar luas, termasuk bagi anak-anak sekolah sejak dahulu.
Sejak dari Stadion Ikada sampai dengan laga final AFF minggu lalu yang berhasil dimenangi oleh tim Indonesia dan mudah-mudahan dapat terulang kejayaannya pada pertandingan tandang di Thailand untuk keluar sebagai juara, semua itu menunjukkan bagaimana masyarakat Indonesia sangat mencintai serta mendambakan tim sepak bolanya dapat meraih prestasi kelas dunia. Semoga!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.