Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bali United dan Mimpi Besar Yabes Tanuri

Kompas.com - 06/09/2015, 14:33 WIB

Bahkan, bukan hanya tim kami saja. Manchester United saja adalah perpanjangan marketing dari perusahaan besar. Nah, tetapi apakah bisa dibilang hanya marketing saja? Jelas tidak karena produknya itu adalah klub. Nilai dari produk itu bisa berupa prestasi. Diperlukan juga adanya kemauan dari seluruh tim untuk promo produk. Hal ini  semua nantinya akan didukung oleh faktor lain, misalnya, suporter. Saya jarang mendengar suporter di Bali rusuh dan ribut besar. Ini jelas pasti berpengaruh terhadap brand image klub.

Menurut Anda, dari segi marketing, apa yang kurang di dalam dunia sepak bola Indonesia?

Kita belum dianggap oleh brand luar sebagai tempat strategis untuk melakukan brand image. Beberapa biasanya mau satu brand saja yang besar dan bisa dijual di luar negeri. Tidak ada tuh yang mau banyak karena dianggap nilai kita rendah. Jadi terpaksa kita bagi-bagi. Apakah nanti bisa terus menerus seperti itu? Menurut saya, pasti bakal berubah karena perusahaan akan lebih mudah memasarkan produk di klub sepak bola ketimbang harus memasang billboard-billboard.

Akan tetapi kenapa itu masih dianggap rendah? Satu adalah masalah image. Coba, misalkan, kalau fans Persija semuanya mau beli produk-produk orginal, pasti keuntungan mereka akan sangat banyak sekali. Belum lagi melihat fans Persib yang memiliki jutaan suporter di Indonesia.

Performa Bali United sejauh ini, dan khususnya di ajang Piala Presiden?

Saya sangat senang. Apalagi, kami dan seluruh tim sudah bersama-sama bersusah payah. Sejak awal, kami mempunyai beberapa kerjasama acara-acara seperti goes to campus, seleksi untuk skuad U-19, dan sejumlah coaching clinic.

Indra Sjafri juga sudah membuat beberapa program. Kami memang percaya bahwa sepak bola akar rumput harus diutamakan. Intinya, menurut saya, ada dua hal yang harus diperhatikan. Pertama yaitu kesejahteraan sudah terjamin, kedua adanya pelatihan sepak bola akar rumput untuk para pemain-pemain muda.

Kami percaya dua hal tersebut. Oleh karena itu, marketing kami kerja gila-gilaan. Apalagi, ISL tidak berjalan. Kebetulan, selain ingin susah bersama, kami juga punya mindset bahwa kami sedang membangun rumah, bukan beli rumah. Kalau beli rumah mudah, tetapi biasanya tidak seusai dengan kemauan.

Sekarang kami mempunyai arsiteknya (Indra Sjafri). Jadi, fondasi sudah ada dan nanti semua kami tanyakan kepada coach IS hal-hal yang diperlukan untuk membangun rumah itu apa saja. Tentu pastinya akan ada perbedaan antara kami dengan tim-tim ISL lain, tetapi meski kami adalah tim baru bukan berarti kami tidak membayar kewajiban dan hak-hak para pemain.

Berapa lama target membangun skuad?

Sejauh ini belum ada. Sebelumnya, ketika ISL dimulai, kami hanya minta agar tidak terdegradasi. Namun, ISL dihentikan dan sampai saat ini (di ajang Piala Presiden) kami merupakan tim yang paling siap karena terus menggelar latihan meski kompetisi tidak berjalan.

Kami tidak minta untuk menjadi juara, meskipun siapa sih yang tidak ingin menjadi juara. Akan tetapi, kami akan terus bersiap dan mencoba semaksimal mungkin di setiap pertandingan. Menurut saya, yang terpenting adalah tampil konsisten dan kami dari tim marketing pastinya juga akan berusaha semaksimal mungkin.

Program apa yang sudah Anda siapkan?

Untuk Piala Presiden, kami sedang menyusunnya lagi. Setelah pertandingan ketiga, kami akan kembali menggelar meeting di Jakarta untuk membicarakan program itu. Sebelumnya, diluar turnamen Piala Presiden, kami juga sudah berkerja sama dengan Kick Andy untuk gerakan 1 juta bola yang berkaitan dengan kepedulian coach Indra terhadap sepak bola akar rumput di Indonesia.

Apalagi kita tahu bahwa beberapa bola yang dimainkan oleh anak-anak di beberapa daerah itu jelek sekali dan tidak layak dipakai. Bahkan, satu bola biasanya dimainkan 20 hingga 30 orang. Kalau seperti itu majunya sepak bola kita kapan?

Selain itu, untuk jangka tengah, kami juga sedang berusaha membangun hotel dan sekolah internasional yang di dalamnya ada sekolah sepak bola (SSB). Akan tetapi, tidak hanya SSB, saya juga mau ada dormitory. Memang hingga saat ini kebanyakan orang dari keluarga prasejahtera yang menonjol (jika memasukan anaknya ke SSB). Akan tetapi, menurut saya, itu masih kurang karena gizi mereka tidak terjaga sejak kecil. Saya berharap lulusan sekolah kami ini nanti bisa menjadi pemain-pemain bintang.

Dampak adanya sanksi FIFA?

Sebenarnya kami rugi lumayan besar dengan adanya sanksi FIFA. Kalau tidak disanksi, tim senior Werder Bremen mau datang ke tempat kami, begitu juga dengan Melbourne City dan Perth Glory. Padahal mereka semua sudah bersedia bermain di sini. Sekarang kalau seperti ini kami hanya bisa bergerak di dalam saja, misalnya, dengan membentuk event grass root. Jadi, saya berharap semua masalah ini bisa segera selesai.

Mimpi besar Anda untuk sepak bola Indonesia?

Saya berharap industri sepak bola kita bisa maju. Kalau bisa seperti Inggris atau negara-negara berkembang seperti Argentina dan Brasil. Meski berstatus negara berkembang, sepak bola di sana (Argentina dan Brasil) bisa maju, kok. Jika industri sepak bola maju, tentunya prestasi sepak bola kita juga bakal maju.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com