Keberhasilan menjadi juara Coppa Italia pada 2001-02 menjadi prestasi terbaik terakhir Parma. Pada akhir 2003, terungkap bahwa Parmalat, sebagai pemilik Parma mengalami krisis keuangan. Parmalat diklaim tidak bisa melunasi masalah pajak sebesar 150 juta euro.
Usut punya usut, ternyata Tanzi bersama sejumlah pemimpin perusahaan Parmalat diketahui terlibat penggelapan dan pencucian uang. Parmalat memiliki utang pinjaman kepada Bank of America sebesar lebih dari 14 miliar euro.
Masalah yang dialami Parmalat berimbas kepada operasional klub. Parma dinyatakan memiliki utang mencapai 77 juta euro. Berbagai upaya dilakukan pihak klub untuk menutupi utang tersebut, seperti mencoba mencari pengusaha yang mau membeli klub.
Akan tetapi, mencari investor asal Italia tidaklah mudah. Sementara itu, opsi menutup utang dengan menjual para pemain andalan sudah dilakukan beberapa tahun sebelumnya.
Secara beruntun setahun sekali sejak 1999, Parma menjual Juan Sebastian Veron, Crespo, Buffon, Thuram, dan Cannavaro dengan harga yang tinggi. Meski sudah mendapat dana segar dari hasil menjual para pemain terbaiknya, awan kelabu tetap menghinggapi Parma soal krisis keuangan.
Gagal bangkit
Parma akhirnya mendapat investor baru yang mau membiayai klub dalam diri Tommaso Ghirardi pada 2007. Namun, pengusaha yang bergerak di bidang bisnis industri mekanik itu tidak sekaya perusahaan Parmalat.
Ghirardi hanya mampu memberikan dana sekitar 11 juta euro bagi klub untuk membeli 11 pemain baru pada musim tersebut. Alhasil, Parma gagal bersaing di Serie-A dan harus terdegradasi ke Serie-B pada musim pertama Ghirardi ditunjuk sebagai presiden klub.
Cerita Parma saat promosi ke Serie-A untuk kedua kalinya jauh berbeda ketimbang pada era Scala. Dengan dana minim, Parma gagal bangkit kembali menjadi kekuatan di Serie-A. Klub-klub kini tidak lagi gentar menghadapi I Gialloblu.
Kebangkrutan di Depan Mata
Sampai pada akhirnya, Ghirardi sudah tak mampu membiayai Parma. Pada Juni 2014, Parma diklaim memiliki utang sebesar 197 juta euro. Ghirardi lantas menjual klub kepada pengusaha keturunan Rusia-Siprus, Rezart Taci, dengan nilai hanya satu euro pada 19 Desember 2014.
Taci kemudian menunjuk Ermir Kodra sebagai presiden klub. Namun, Taci terkesan tidak serius mengurus Parma. Selama memimpin Parma, Taci tidak pernah sekalipun bertemu dengan para pemain yang gajinya belum dibayar sejak awal musim 2014-15. Baru dua bulan, Taci dengan mudah menjual kembali Parma kepada Giampietro Manenti.
Jangankan membayar gaji pemain serta staf pelatih yang tertunggak sejak lama, untuk membayar pihak keamanan stadion pun tidak bisa dilakukan Parma. Alhasil, laga antara Parma melawan Udinese dan diikuti menghadapi Genoa gagal terlaksana.
Yang paling miris tentunya komentar dari kapten tim, Antonio Lucarelli. "Kami mencuci seragam tim di rumah masing-masing. Kami tidak lagi memiliki binatu," kata Lucarelli.
Parma sekarang bagai berada di tepi jurang. Salah melangkah, Parma akan terperosok dan butuh waktu untuk kembali naik ke permukaan teratas, yakni Serie-A.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.