Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Timnas U-19 dan Takdir Sepak Bola Indonesia

Kompas.com - 16/10/2014, 08:15 WIB
Ary Wibowo

Penulis

Dengan segala bakat melimpah manusia di nusantara, sudah pasti ada potensi besar bagi negara ini untuk berbicara di level dunia. Namun, ketika muncul secercah harapan, mulailah "penyakit lama" para pengurus sepak bola di negeri ini kumat, penyakit yang kerap membuat prestasi para pemain muda dijadikan komoditas politik untuk pamer kesuksesan atau bisa jadi pula mengeruk keuntungan.

Mau bukti? Tidak usah jauh-jauh melihat ulah mereka bertikai saat memperebutkan kekuasaan atau karut-marutnya kompetisi sepak bola Indonesia. Teranyar, tengoklah kondisi yang terjadi ketika timnas U-19 menuai kesuksesan mengangkat trofi Piala AFF 2013 atau kegemilangan permainan mereka saat mengalahkan Korea Selatan 3-2 di penyisihan Piala Asia U-19 2014.

Atas kesuksesan itu, di tengah euforia masyarakat Indonesia yang rindu akan prestasi sepak bola, PSSI mulai bereaksi. Mulai dari Tur Nusantara jilid I dan II hingga rangkaian turnamen-turnamen internasional dipersiapkan untuk dijadikan ajang uji coba. Namun, jika menilik standar persiapan uji coba level usia muda, melaksanakan pertandingan lebih dari 40 kali juga rasanya berlebihan.

Dan tampaknya cuma di Indonesia pula yang seluruh rangkaian laga uji coba para pemain timnas muda itu disiarkan langsung oleh televisi nasional. Padahal, cara seperti itu bisa kembali memunculkan pertanyaan, bukankah langkah tersebut justru menjadi keuntungan bagi calon lawan Indonesia karena mereka mudah mendapat rekaman video permainan Evan Dimas dan kawan-kawan?

Kompetisi
Kini, apapun apologi yang dikeluarkan PSSI, kembali, kegagalanlah menjadi yang menjadi bukti nyata hasil kinerja mereka. Sekarang, publik pun pantas kembali bertanya, selanjutnya bagaimana nasib Evan Dimas dan kawan-kawan? Dan jawabannya, bagi para penikmat sepak bola Indonesia bisa jadi mengerikan, karena mereka mau tidak mau harus meniti karier di kompetisi Indonesia.

Mengapa mengerikan? Jawabannya simpel saja: hingga saat ini sudah adakah bukti sistem kompetisi di Indonesia bisa menghasilkan pemain-pemain muda berkualitas yang bisa menghasilkan prestasi di level senior? Jika berkaca kepada para penggawa timnas U-19, jelas mereka merupakan kumpulan pemain yang sudah disatukan bersama-sama sejak berada di level U-16.

Lalu, bagaimana jika akhirnya para pemain timnas U-19 saat ini harus berpisah untuk ikut serta dalam kompetisi Indonesia? Bisakah hingga ke level senior mereka tetap menjaga kondisi dan mental bertanding sebagai seorang pemenang yang selalu memainkan sepak bola dengan riang gembira? Pertanyaan itu tentunya hanya bisa dijawab oleh para pengurus sepak bola yang bertugas menyelenggarakan kompetisi di negeri ini.

Toh, pelajaran yang dapat dipetik dari perjuangan timnas U-19 di Myanmar, salah satunya adalah manusia tidak bisa memastikan kemenangannya, justru pada saat mereka berada di puncak prestasinya. Dengan begitu, jelas bukan awal, melainkan hasil akhirlah yang menentukan segalanya dalam sepak bola. Legenda Perancis, Michel Platini pernah berkata, "Dalam sepak bola, siapa yang memberikan segalanya pada awalnya, mereka jarang memperoleh ganjaran setimpal pada akhirnya."

Jika sudah ada contoh negara penggila sepak bola yang telah menciptakan sistem kompetisi baik saja masih kerap menemui kegagalan, bagaimana dengan di negara yang sudah nyeleneh dari awal? Inilah yang terus menjadi pertanyaan membosankan mengenai keabsurdan serta karut-marutnya sistem kompetisi sepak bola Indonesia, yang timnas seniornya terakhir kali berprestasi di ajang internasional pada 23 tahun silam.

Dalam kasus seperti ini, wajar jika ada manusia berbicara mengenai sesuatu yang tidak berasal dari usaha, perhitungan, atau rasionalitasnya. Pun halnya, di tengah dunia modern yang membenci irasionalitas, tidak bisa pula manusia disalahkan jika ada yang beranggapan sepak bola harus mau mengakui kuasa keberuntungan yang melawan rasionalitas itu. Dan bisa jadi kuasa itulah yang dinamakan takdir sepak bola.

Namun, seperti yang dikatakan dalam The Alchemist, pada saat manusia menginginkan sesuatu, seluruh jagat raya akan bersatu padu untuk membantu meraihnya. Para pemain di dalam timnas U-19 adalah salah satu bukti nyata bahwa Indonesia adalah gudangnya pesepak bola bertalenta. Pertanyaannya, siapakah yang bisa mewujudkan misi untuk menyelesaikan takdir dari anugerah tersebut? Itulah kewajiban dari kumpulan manusia yang menjelma sebagai pengurus sepak bola Indonesia.

Dengan kata lain, jika para pengurus itu punya ide dan melaksanakannya secara habis-habisan demi kebaikan untuk memajukan sepak bola Indonesia, alam semesta bakal bekerja sama membantu mereka memperolehnya. Sebaliknya bila tidak, tinggal tunggu saja, hasil akhir apa yang bakal terjadi terhadap dunia sepak bola di negeri ini.

"Setiap pencarian dimulai dengan keberuntungan bagi si pemula. Dan setiap pencarian diakhiri dengan ujian berat bagi si pemenang." - The Alchemist, Paulo Coelho.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PSSI Terbuka untuk Emil Audero Bela Timnas Indonesia, Tanpa Paksaan

PSSI Terbuka untuk Emil Audero Bela Timnas Indonesia, Tanpa Paksaan

Internasional
Nagelsmann Perpanjang Kontrak Bersama Jerman hingga Piala Dunia 2026

Nagelsmann Perpanjang Kontrak Bersama Jerman hingga Piala Dunia 2026

Internasional
IBL 2024, Kesuksesan Prawira Bandung Lakukan Revans Atasi Bali United

IBL 2024, Kesuksesan Prawira Bandung Lakukan Revans Atasi Bali United

Sports
Man City vs Chelsea: Haaland Diragukan untuk Tampil di Semi Final

Man City vs Chelsea: Haaland Diragukan untuk Tampil di Semi Final

Liga Inggris
Hasil dan Klasemen Liga Italia: Lazio Berjaya, Juventus Seri, Inter Masih di Puncak

Hasil dan Klasemen Liga Italia: Lazio Berjaya, Juventus Seri, Inter Masih di Puncak

Liga Italia
Hasil Cagliari vs Juventus 2-2: Nyonya Tua Kebobolan Dua Gol dari Penalti

Hasil Cagliari vs Juventus 2-2: Nyonya Tua Kebobolan Dua Gol dari Penalti

Liga Italia
MU Umumkan Kedatangan Jason Wilcox, Kejar Standar Performa Tertinggi

MU Umumkan Kedatangan Jason Wilcox, Kejar Standar Performa Tertinggi

Liga Inggris
Timnas U23 Jepang dan Arab Saudi Lolos ke Babak Knockout

Timnas U23 Jepang dan Arab Saudi Lolos ke Babak Knockout

Internasional
Klub Liga Belanda Vitesse Diganjar Pengurangan 18 Poin, Degradasi Pertama Setelah 35 Tahun

Klub Liga Belanda Vitesse Diganjar Pengurangan 18 Poin, Degradasi Pertama Setelah 35 Tahun

Liga Lain
Jadwal Semifinal Piala FA: Man City Vs Chelsea, Coventry Vs Man United

Jadwal Semifinal Piala FA: Man City Vs Chelsea, Coventry Vs Man United

Sports
Persib Vs Persebaya, Munster Bicara Tantangan Finis di Posisi Terbaik

Persib Vs Persebaya, Munster Bicara Tantangan Finis di Posisi Terbaik

Liga Indonesia
Kata Pelatih Yordania Soal Timnas U23 Indonesia

Kata Pelatih Yordania Soal Timnas U23 Indonesia

Timnas Indonesia
LPDUK Kemenpora Ungkap Alasan Boyong Red Sparks ke Indonesia

LPDUK Kemenpora Ungkap Alasan Boyong Red Sparks ke Indonesia

Sports
Red Sparks Vs Indonesia All Star, Asa Lahirkan Penerus Megawati

Red Sparks Vs Indonesia All Star, Asa Lahirkan Penerus Megawati

Sports
Alasan Persik Layangkan Laporan ke Satgas Antimafia Bola

Alasan Persik Layangkan Laporan ke Satgas Antimafia Bola

Liga Indonesia
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com