RIO DE JANEIRO, KOMPAS.com — Jerman menyelesaikan evolusi ”Die Mannschaft” (tim nasional sepak bola) selama satu dekade dengan meraih juara Piala Dunia Brasil 2014. Kiblat sepak bola dunia telah bergeser dari Spanyol ke tanah Jerman setelah mereka menancapkan sejarah sebagai tim Eropa pertama yang juara dunia di Amerika Latin.

Jerman dinilai lebih latin daripada tim-tim Amerika Selatan. Tim asuhan pelatih Joachim Loew itu memainkan sepak bola menyerang, mengalirkan bola melalui umpan pendek, dan membunuh dalam satu-dua sentuhan.

Mereka mencetak 18 gol, termasuk satu gol ke gawang Argentina dalam laga final di kuil sepak bola Stadion Maracana, Rio de Janeiro, Minggu (13/7/2014) waktu setempat atau Senin (14/7) dini hari WIB.

Proses gol yang dicetak Mario Goetze itu tercipta hanya dalam delapan detik sejak umpan panjang pemain belakang kepada Andre Schuerrle di sayap kiri. ”Super Mario” menyelesaikannya dengan gol yang akhirnya membuat stadion bergemuruh oleh teriakan pendukung Jerman, termasuk orang-orang Brasil yang enggan mendukung Argentina.

Gol ini mencerminkan kesuksesan Federasi Sepak Bola Jerman (DFB) dalam merevolusi pembinaan sepak bola. Penataan ulang itu dilakukan 10 tahun lalu setelah sepak bola Jerman krisis pada 2000 dan 2004. Jerman gagal lolos dari penyisihan grup di Piala Eropa 2000 dan 2004. Krisis itu tersamar oleh pencapaian Jerman ke final Piala Dunia 2002.

”Pada 2000 dan 2004, sepak bola Jerman berada di posisi paling bawah. Namun, kami mengambil tindakan dengan berinvestasi di pelatihan supaya kemampuan teknik lebih baik. Bundesliga berperan besar dengan pusat-pusat latihan,” ujar Loew dalam konferensi pers seusai final.

Evolusi sepak bola Jerman dilakukan sinergis antara pemerintah, klub, dan federasi. Mereka membina pemain muda, memperbanyak pelatih, sekaligus memperbaiki kualitasnya. Klub- klub Bundesliga memangkas belanja pemain asing dan mempromosikan pemain muda ke tim utama. Sejak 2010, sebagian besar klub Jerman diperkuat pemain binaan akademi. Merekalah yang kini mendominasi skuad Jerman.

Jerman meremajakan status mereka sebagai kekuatan sepak bola dunia. Klub-klub Bundesliga, terutama Bayern Muenchen dan Borussia Dortmund, menggemparkan Liga Champions 2012/2013 ketika keduanya tampil di final. Kedua klub itu menghancurkan mimpi dua raksasa Spanyol, Real Madrid dan Barcelona. Jerman mengakhiri dominasi Spanyol melalui permainan agresif, cepat, dan fisikal.

Kesuksesan di klub-klub Bundesliga itu ditransformasikan ke timnas dengan kembali merebut predikat ”Jangan Pernah Meremehkan Jerman” setelah menghajar Brasil, 7-1, di semifinal Piala Dunia 2014. Predikat itu pertama kali diraih tim Jerman Barat di final Piala Dunia Swiss 1954. Anak asuh Sepp Herberger itu muncul sebagai kekuatan baru sepak bola dunia dengan menundukkan Hongaria, 3-2, di final, yang dikenal dengan ”Keajaiban Bern”.

Kini, 60 tahun setelah final dalam guyuran hujan di Bern, Jerman menggeser kiblat sepak bola ke Deutschland. Mereka memiliki pemain muda yang akan menjadi andalan di Piala Eropa Perancis 2016 dan Piala Dunia Rusia 2018.

”Saya pikir gelar juara ini akan memberi kami dorongan untuk masa depan. Kami tidak memiliki banyak pemain di atas 30 tahun di skuad ini. Lihatlah Goetze, (Thomas) Mueller, (Mesut) Oezil, dan (Marco) Reus, yang belum 30 tahun. Mereka adalah para pemain yang masih bisa meraih banyak pencapaian di dalam karier mereka,” ujar Loew.

Mueller masih berusia 24 tahun, Goetze (22), gelandang Toni Kroos (24), Julian Draxler (20), dan bek Mats Hummels (25). Jerman juga memiliki Marco Reus yang berusia 25 tahun dan Ilkay Gundogan (23) yang tidak dibawa ke Brasil karena cedera.

Dengan stok pemain muda itu, Loew dapat terus membangun timnas yang segar dan solid. Regenerasi berjalan lancar dan figur pemain senior yang berpengalaman dan cerdik membuat Jerman menjadi tim yang disegani beberapa tahun ke depan.

Messi

Namun, final ini juga tidak bisa langsung menghapus kekuatan Argentina. Mereka memiliki tiga peluang emas untuk mencetak gol melalui Gonzalo Higuain, Lionel Messi, dan Rodrigo Palacio. Messi si anak emas jelas sekali kecewa. Saat menerima penghargaan Bola Emas Piala Dunia 2014, ekspresinya dingin. Ia tidak tersenyum, justru menghapus sisa air mata di pipinya.

”Kenyataan ini tidak membuat saya tertarik saat ini. Kami ingin menjuarai Piala Dunia untuk seluruh rakyat Argentina, tetapi kami tidak mampu melakukan itu,” ujar Messi.

Messi sudah berusia 27 tahun, dan empat tahun ke depan di Rusia mungkin kemampuannya sudah tidak secemerlang saat ini. Meski demikian, Messi tetaplah pemain hebat. Ia telah mencetak 354 gol dalam 425 pertandingan di Barcelona serta meraih 3 gelar juara Liga Champions dan 6 di La Liga.

Namun, di sepak bola modern, sebuah tim tidak cukup mengandalkan satu bintang. ”Meski kami memiliki pemain terbaik secara individu atau apa pun, itu tidak penting. Anda harus memiliki tim terbaik,” tegas kapten Jerman Philipp Lahm. (AFP/Reuters/Eca)