KOMPAS.com - Brasil, Jerman, Belanda, dan Argentina telah memperoleh tempat di perempat final. Meski pencapaian itu menyenangkan para pendukung, cara mereka melangkah sebagai tim unggulan belum meyakinkan.

Empat tim lain yang juga lolos ke perempat final, yakni Kolombia, Perancis, Belgia, dan Kosta Rika, justru bermain lebih mengesankan. Mereka menaklukkan lawan lewat pertarungan yang lebih epik.

Brasil hanya menang beruntung atas Cile lewat adu tendangan penalti. Secara permainan, Cile lebih menonjol. Mereka bermain dengan pola permainan lebih indah ketimbang Brasil yang bermain pragmatis dengan umpan-umpan panjang yang langsung dari lini belakang ke lini depan.

Brasil seperti tidak memiliki strategi alternatif ketika sang jenderal lapangan Neymar ”dimatikan” langkahnya. Beruntung, Brasil punya pertahanan yang bagus sehingga mereka mampu meredam serangan Cile. Mereka juga ”diselamatkan” mistar gawang yang menahan tendangan keras Mauricio Pinilla di menit terakhir babak tambahan waktu.

Bahkan, legenda Brasil, Pele, pun mengkritik permainan tim ”Samba”. ”Saya tahu, permainan pragmatis sudah menjadi kebutuhan. Namun, Scolari (pelatih Brasil Luis Felipe Scolari) semestinya memadukan pragmatisme dengan gaya khas Brasil, jogo bonito,” ujar Pele.

Belanda juga nyaris angkat koper saat menghadapi permainan penuh semangat Meksiko. Mereka tertinggal 0-1 sejak menit ke-48 dan baru bisa menyamakan kedudukan di menit ke-88. Dalam situasi terjepit, Belanda mendapat keuntungan dari hadiah penalti. Ini berkat aksi pura-pura jatuh yang dilakukan Arjen Robben di kotak penalti. Belanda menang 2-1.

Yang menarik, untuk menaklukkan Meksiko, pelatih Belanda Louis van Gaal sampai tiga kali mengubah taktik permainan. Ini di luar kebiasaan pelatih Belanda sebelum-sebelumnya.

Raksasa Eropa lainnya, Jerman, juga tertatih-tatih ketika menghadapi Aljazair. Tim ”Panser” bermain kikuk. Di luar kebiasaan, para pemain Jerman sering salah umpan. Mereka seperti dibebani sejarah kelam di Piala Dunia 1982 ketika dikalahkan Aljazair 1-2 di babak grup.

Beruntung, predikat besar dan mental juara Jerman masih menaungi pemainnya. Mereka bisa keluar dari tekanan untuk menyelesaikan pertandingan dengan kemenangan 2-1 meski lewat babak tambahan 2 x 15 menit. Jerman juga diuntungkan dari buruknya penyelesaian pemain depan Aljazair. Andai saja mereka tampil lebih tenang, Jerman bisa kecolongan banyak gol.

”Ini bukan laga yang mudah. Beruntung kami bisa melalui tanpa harus adu penalti,” kata pelatih Jerman Joachim Loew.

Tim ”Tango” Argentina juga hampir putus asa melawan Swiss. Sang bintang Lionel Messi pontang-panting mencari celah untuk membobol gawang yang dikawal Diego Benaglio.

”Saya sudah membayangkan kemungkinan terburuk, Argentina tersingkir. Beruntung upaya kami tidak sia-sia. Gol yang kami tunggu akhirnya datang di menit terakhir,” ujar Messi.

Gol yang dicetak Angel di Maria terjadi hanya dua menit menjelang babak tambahan 2 x 15 menit berakhir. Gol ini berawal dari aksi individu Messi melewati beberapa pemain Swiss yang kemudian memberi umpan kepada Di Maria.

Terlepas dari langkah tim unggulan yang tak meyakinkan, babak 16 besar Piala Dunia 2014 memang berjalan lebih ketat dibandingkan Piala Dunia Afrika Selatan 2010. Dari delapan laga yang digelar, lima laga harus diselesaikan dengan dua babak tambahan. Brasil versus Cile dan Kosta Rika melawan Yunani bahkan dilanjutkan dengan adu tendangan penalti. Sementara di Piala Dunia 2010 hanya satu laga yang diselesaikan lewat perpanjangan waktu sekaligus adu tendangan penalti.

Fakta lain yang menarik, tim yang lolos ke perempat final adalah tim yang sebelumnya menjuarai grup masing-masing. Sementara pada Piala Dunia 2010, Amerika Serikat menjadi satu-satunya juara grup yang gagal. Ini juga untuk pertama kalinya ada dua tim Afrika yang lolos ke babak 16 besar, yakni Aljazair dan Nigeria. (BBC/EUROSPORT/OTW)