Orang memang patut khawatir jika mengamati permainan Brasil sampai babak 16 besar. Dalam laga pembuka, Neymar dan kawan-kawan sempat dibuat repot oleh Kroasia. Mereka baru bisa keluar dari kebuntuan hanya karena aksi diving Fred di kotak penalti Kroasia. Wasit Jepang, Yuichi Nishimura, memberikan hadiah penalti bagi Brasil. ”Jika diving itu ditoleransi, bisa terjadi 100 kali penalti di Piala Dunia ini. Kalau begitu, lebih baik piala langsung diserahkan kepada Brasil saja,” kata Niko Kovac, pelatih Kroasia, jengkel.
Brasil kemudian ditahan seri 0-0 oleh Meksiko. Setelah menunjukkan keampuhannya dengan menang 4-1 atas Kamerun, di perdelapan final Neymar dan kawan-kawan kembali membuat publik Brasil gemetar. Pada menit ke-119, pemain Cile, Mauricio Pinilla, melakukan tendangan spektakuler. Hanya kurang 4 sentimeter, bola Pinilla itu akan masuk ke gawang Julio Cesar. Hal itu tidak terjadi. Bola membentur gawang. Andaikan tidak tertolong oleh gawang itu, akan terjadilah bencana di Stadion Mineirao di Belo Horizonte itu.
Bencana itu mungkin akan bernama Mineirazo, yang mengingatkan kembali akan tragedi Maracana, yang di Brasil dikenang sebagai Maracanazo.
Brasil menjadi juara dunia di Swedia (1958), Cile (1962), Meksiko (1970), Amerika Serikat (1994), dan Korea Selatan-Jepang (2002). Justru ketika menjadi tuan rumah 1950, mereka gagal menjadi juara karena tragedi Maracana. Jika kali ini gagal seperti 64 tahun lalu, ini benar-benar bencana. Soalnya di Brasil, Piala Dunia kali ini tak hanya menjadi perkara bola, tetapi juga perkara politik.
Menurut Mirian Goldenberg, antropolog sosial di Universitas Rio de Janeiro, sekarang di Brasil orang sedang akrab dengan kata imagina na copa. Artinya kurang lebih: coba Anda bayangkan, apa saja yang terjadi menjelang Piala Dunia ini? Inilah yang terjadi: proyek bangunan belum jadi, kemacetan di jalan, inflasi, pelacuran anak-anak, kemiskinan, dan anak-anak gelandangan. Bahkan, kaum menengah yang punya uang pun tak dapat memperoleh pelayanan kesehatan memadai karena belum tersedianya fasilitas-fasilitas kesehatan.
Mengapa uang besar-besaran digunakan untuk membangun stadion mewah, bukan untuk membangun jalan, rumah sakit, dan sarana pendidikan?
Rakyat Brasil mencintai bola. Tetapi, sebagian mereka tak mencintai Piala Dunia 2014 karena dianggap melawan keadilan yang mereka dambakan. Ketika Piala Dunia dilangsungkan di luar Brasil, nyaris tak ada yang serius mengaitkan bola dengan persoalan sosial, seperti kemiskinan atau hak-hak warga sipil yang terabaikan. Justru ketika Brasil jadi tuan rumah, bola dikaitkan dengan masalah itu semuanya. Baru kali ini di Brasil, tiba-tiba bola menanggung beban sosial dan politik.
Seandainya Brasil juara, beban sosial dan politik itu tetap menjadi persoalan. Apalagi jika Brasil kalah di rumahnya sendiri, ini sungguh krisis yang bisa dijadikan alasan untuk makin menentang pemerintah. Karena itu, tidak hanya demi bola, demi politik pun Brasil tak boleh lagi mengalami tragedi Maracana.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.