Pada latihan terakhir tim ”Azzurri”, Prandelli mencoba pola permainan 3-5-2. Ia memasangkan Mario Balotelli dengan Ciro Immobile yang musim lalu menjadi penyerang tersubur Liga Italia dengan 22 gol.

Pemain Torino itu menyambut antusias debutnya di Piala Dunia. ”Sejak awal saya memang ingin berduet dengan Balotelli. Saya yakin kami pasangan yang cocok,” ujar striker yang musim depan akan bermain di Borussia Dortmund itu.

Meski sudah bermain lebih menyerang dibandingkan era terdahulu, mental bertahan tim nasional Italia belum sepenuhnya hilang. Saat menghadapi Kosta Rika, 20 Juni, misalnya, ”Azzurri” kehilangan ”roh” bermain menyerang seperti yang mereka tunjukkan kala mengalahkan Inggris, 2-1, di laga perdana.

Italia bermain dengan tempo lambat dan lebih banyak bertahan sehingga akhirnya menyerah 0-1. Balotelli, yang dipasang sebagai striker tunggal, tak kuasa berjuang seorang diri karena minimnya dukungan lini tengah.

Kekalahan itu membuat posisi Italia di ujung tanduk. Mereka dibayangi kegagalan lolos dari fase penyisihan Grup D, seperti yang terjadi di Piala Dunia 2010. Kala itu, Italia menjadi juru kunci Grup F, di bawah Paraguay, Slowakia, dan Selandia Baru.

”Kami harus meningkatkan level permainan menghadapi Uruguay. Tak hanya bermain dengan kepala dingin, tetapi juga dengan motivasi tinggi,” ujar kapten timnas Italia, si penjaga gawang senior Gianluigi Buffon.

Prandelli pun tak ingin mengulangi kesalahan. Agar permainan Italia lebih efektif, ia memperbanyak pemain di lini tengah dan memberikan rekan bagi Balotelli di posisi ujung tombak. Taktik ini di luar kebiasaan Prandelli yang lebih senang memainkan striker tunggal. ”Tampaknya kali ini saya harus berkompromi. Kami mesti meladeni permainan menyerang Uruguay, juga dengan menyerang,” ungkap mantan pelatih Fiorentina itu.

Mantan pelatih ”Azzurri” Marcello Lippi mendukung rencana Italia tampil lebih menyerang. Cara itu dinilai efektif meredam permainan agresif Uruguay asuhan pelatih Oscar Tabarez. ”Lihat saja bagaimana Inggris merepotkan Uruguay lewat permainan terbuka. Akan tetapi, Italia mesti lebih disiplin, terutama menghadapi serangan balik lawan,” kata pelatih yang membawa Italia juara Piala Dunia 2006 itu.

Italia hanya butuh hasil imbang untuk melangkah ke babak 16 besar. Mereka unggul selisih gol atas Uruguay yang dipermalukan Kosta Rika, 1-3, pada laga perdana Grup D.

Sebaliknya, tak ada pilihan lain bagi juara dunia dua kali, Uruguay, kecuali menang. Mantan striker timnas Uruguay, Alvaro Recoba, menggambarkan duel melawan Italia dalam laga penentuan nasib menjadi skenario terburuk bagi kedua tim.

”Sebelum Piala Dunia berlangsung, inilah yang paling saya khawatirkan. Tak mudah menghadapi Italia dalam posisi layaknya ’hidup dan mati’,” kata Recoba yang bermain di Liga Italia kurun 1997-2008 itu.

Ia mengingatkan pentingnya memutus aliran bola dari Andrea Pirlo, ”otak” permainan Italia. ”Kalau perlu, ada pemain Uruguay yang terus mengikuti Pirlo ke mana pun ia pergi, bahkan ke kamar ganti atau toilet sekalipun,” kata Recoba bergurau.

Luis Suarez

Meski Italia lawan yang tangguh, ia optimistis tim ”Biru Langit” yang akan lolos dari ”lubang jarum”. Kemenangan 2-1 atas Inggris pada laga sebelumnya meningkatkan rasa percaya diri anak-anak Uruguay.

Selain itu, mereka juga percaya diri atas keberadaan Luis Suarez, si pemborong dua gol kemenangan Uruguay atas tim ”Tiga Singa”. ”Suarez pemain yang sangat penting bagi kami. Bahkan, dengan kondisi kebugaran 80 persen saja, ia bisa memberikan kontribusi besar,” ujar Recoba.

Kehadiran Suarez, yang baru pulih dari cedera lutut, mengembalikan bentuk permainan terbaik tim. ”Setelah kekalahan tragis dari Kosta Rika, penampilan kami membaik. Kami ingin mengulanginya saat bertemu Italia,” kata pelatih ”La Celeste” Oscar Tabarez. (bbc/fifa/football-italia/riz)