Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Emas di Tengah Gulita Sepak Bola Indonesia

Kompas.com - 21/10/2013, 10:26 WIB
Ary Wibowo

Penulis

Teranyar, lihat saja, bagaimana wakil Indonesia di Danone Cup 2013 sukses menduduki peringkat ke delapan dari total 32 peserta. Belum lagi melihat anak-anak muda berjuang mengharumkan nama bangsa di Gothia Cup 2013 yang sukses menempati posisi kedua di level usia U-14.

Masalahnya, mengapa bibit-bibit unggul itu selalu seperti tenggelam jika sudah meninggalkan status kelompok umur untuk beralih ke jenjang senior yang hingga kini masih miskin prestasi?

Sejenak, mari kita tengok kesuksesan para pemain muda Indonesia ketika mampu meraih Piala Asia Yunior pada 1962 serta kegemilangan mereka meraih tiga gelar Piala Pelajar Asia berturut-turut pada 1984, 1985, dan 1986.

Prestasi itu kemudian mampu berlanjut ke tingkat senior. Lihat saja bagaimana kehebatan Indonesia diakui oleh lawan-lawannya dalam turnamen Sea Games era 1980 hingga 1990-an. Medali emas turnamen terbesar se-Asia Tenggara itu pada 1987 dan 1991 pun berhasil digenggam tangan.

Sederet nama-nama besar seperti Ramang, Maulwi Saelan, Sutjipto Suntoro, Ronny Paslah, Iswadi Idris, Ronny Pattinasarany, Hery Kiswanto, Ricky Yacobi, dan sebagainya adalah bukti lainnya bahwa sepak bola Indonesia di level senior pernah ditakuti sejak 1950-an sampai awal 1990-an.

Namun, setelah emas terakhir di Manila, anomali prestasi terus menjamah kondisi sepak bola dalam negeri. Belum lagi, dengan adanya peleburan Perserikatan dan Galatama menjadi Liga Indonesia (Ligina) pada 1994 yang dianggap seperti jalan pintas, entah disadari atau tidak oleh para pengurus ketika itu, justru telah menimbulkan masalah besar bagi Indonesia.

Mau bukti? Tengoklah kondisi sepak bola Indonesia sejak digulirkannya liga tersebut. Bermula ketika klub-klub Galatama perlahan disingkirkan karena dianggap tidak profesional setelah dinilai gagal membangun basis suporter hingga ketergantungan klub-klub Perserikatan dengan APBD serta pemilihan pengurus-pengurus klub yang umumnya bersifat birokratis dan tidak profesional.

Setelah itu, kompetisi sepak bola Indonesia seakan bertransformasi menjadi ladang basah bagi pihak-pihak yang ingin mengincar keuntungan sesaat. Regulasi kompetisi diubah-ubah sedemikian rupa. Perencanaan keuangan menjadi tidak transparan. Sepak bola pun lebih sering menjadi komoditas politik untuk mendongkrak kepentingan para politisi ketimbang ajang pertarungan sehat di dalam lapangan demi secercah prestasi.

Alhasil, dari berbagai masalah tersebut, praktik pengaturan skor, pembinaan usia muda yang relatif tidak terjamah, pembangunan fasiltas sepak bola seadanya terus mencederai khitah olahraga yang dicintai oleh ratusan juta masyarakat Indonesia ini. Belum lagi, munculnya dugaan praktik korupsi para mafia sepak bola serta pengaruh kepentingan pengusaha-pengusaha besar dalam pusaran konflik para pengurus.

Aroma kepentingan non-sepak bola ini sebenarnya sudah tercium sejak lama. Ketika Indonesia masuk final Piala AFF 2010, misalnya, banyak pihak termasuk partai politik, saling mengklaim sebagai pihak yang berjasa. Ada yang mengundang tim makan bareng sebelum turnamen usai, entah dengan tujuan apa.

Di sisi lain, permasalahan kemudian tak jarang berimbas ke lapangan. Berkelahi, mengumpat wasit, hingga perkelahian antarsuporter adalah potret buram kondisi di kompetisi Indonesia. Secara tidak langsung hal itu pun pada akhirnya bermuara kepada mental para pesepak bola senior Indonesia, yang terkadang untuk latihan fisik saja sudah mengeluh dengan alasan yang mengada-ngada.

Doa

Melihat sejumlah fakta itu, rasanya pantas kita berpikir, di saat negara-negara Asia berlomba-lomba mengukir prestasi dengan kompetisi yang sehat dan mumpuni, Indonesia justru sempat mengalami sebuah kemunduran luar biasa karena ulah para pengurus sepak bola yang sudah mirip politisi ketimbang pamong olahraga sejati.

Prestasi sepak bola puluhan tahun lalu bisa berlanjut karena adanya kebesaran hati sejumlah pengurus yang mampu membangkitkan nasionalisme pemain yang juga membuat daya juang pemain meningkat. Pengurus rela hanya menerima honorarium selama pelatnas dan tidak menerima gaji tetap. Pengurus juga dapat merancang kompetisi sepak bola ke khitahnya sebagai tempat pengembangan sepak bola akar rumput.

Meskipun kini konflik antarpengurus sudah selesai. Itu belum berarti benang kusut sepak bola Indonesia sudah terurai. Perlu ada kebesaran hati dari para pengurus atau pemangku kepentingan sepak bola untuk membenahi sistem kompetisi yang dapat menjadi wadah para talenta-talenta muda Indonesia berkiprah. Kompetisi sehat yang tidak mengubah arti kata profesional menjadi salah kaprah.  

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jadwal Liga 1 Akhir Pekan: PSM Vs Borneo, Bali United Vs Persija

Jadwal Liga 1 Akhir Pekan: PSM Vs Borneo, Bali United Vs Persija

Liga Indonesia
Raih Gelar Liga Champions hingga Piala Dunia, Messi Tak Punya Mimpi Lagi di Sepak Bola

Raih Gelar Liga Champions hingga Piala Dunia, Messi Tak Punya Mimpi Lagi di Sepak Bola

Internasional
Hasil Spain Masters 2024: Rehan/Lisa Menangi Duel Merah Putih, 6 Wakil Indonesia ke QF

Hasil Spain Masters 2024: Rehan/Lisa Menangi Duel Merah Putih, 6 Wakil Indonesia ke QF

Badminton
Bali United Vs Persija, Ada Permintaan untuk Suporter Bali United

Bali United Vs Persija, Ada Permintaan untuk Suporter Bali United

Liga Indonesia
Sandro Tonali Didakwa 50 Kali Melanggar Aturan Judi FA dalam 3 Bulan

Sandro Tonali Didakwa 50 Kali Melanggar Aturan Judi FA dalam 3 Bulan

Liga Inggris
Shin Tae-yong Ungkap Timnas Indonesia Akan Tambah Amunisi Baru

Shin Tae-yong Ungkap Timnas Indonesia Akan Tambah Amunisi Baru

Timnas Indonesia
Shin Tae-yong Yakin Level Timnas Indonesia Akan Terus Berkembang

Shin Tae-yong Yakin Level Timnas Indonesia Akan Terus Berkembang

Timnas Indonesia
Hasil Persib Bandung Vs Bhayangkara FC 0-0, Bojan Hodak Frustrasi

Hasil Persib Bandung Vs Bhayangkara FC 0-0, Bojan Hodak Frustrasi

Liga Indonesia
Usai Dipecat, Phillipe Troussier Ungkap Akan Rindukan Vietnam

Usai Dipecat, Phillipe Troussier Ungkap Akan Rindukan Vietnam

Internasional
Klasemen Liga 1: Persikabo 1973 Degradasi, Bhayangkara di Tepi Jurang

Klasemen Liga 1: Persikabo 1973 Degradasi, Bhayangkara di Tepi Jurang

Liga Indonesia
Persikabo Jadi Tim Liga 1 2023-2024 Pertama yang Degradasi

Persikabo Jadi Tim Liga 1 2023-2024 Pertama yang Degradasi

Liga Indonesia
Hasil Persib Vs Bhayangkara FC 0-0, Guardian Bertahan dari Gempuran Maung Bandung

Hasil Persib Vs Bhayangkara FC 0-0, Guardian Bertahan dari Gempuran Maung Bandung

Liga Indonesia
SC Heerenven Beri Apresiasi untuk Thom Haye dan Nathan Tjoe-A-On

SC Heerenven Beri Apresiasi untuk Thom Haye dan Nathan Tjoe-A-On

Timnas Indonesia
Link Live Streaming Persib Bandung vs Bhayangkara, Kickoff 20.30 WIB

Link Live Streaming Persib Bandung vs Bhayangkara, Kickoff 20.30 WIB

Liga Indonesia
Sakit Arema FC Dikalahkan Persebaya, Singo Edan Diminta Tak Putus Asa

Sakit Arema FC Dikalahkan Persebaya, Singo Edan Diminta Tak Putus Asa

Liga Indonesia
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com