KOMPAS.com -- Walhasil, dengan segala kekurangan yang ada, Bambang Pamungkas merasa puas dan bangga berkiprah di panggung sepak bola nasional. Sebuah perjalanan yang dilaluinya dengan penuh warna-warni, termasuk hubungannya yang kurang manis dengan media. Selain bermain sepak bola, ia juga rajin menulis melalui blog pribadinya.
Berikut ini adalah bagian terakhir dari wawancara Kompas dengan Bambang Pamungkas:
Terakhir, soal kehidupan Anda. Bagaimana Anda merancang karier hingga bisa seperti sekarang?
Ya, saya berpikir itu suatu prinsip yang saya pegang dan selalu saya sampaikan pada generasi muda di mana pun saya memberikan coaching clinic atau motivasi. Bahwa, jangan pernah berhenti untuk bermimpi. Karena mungkin suatu saat nanti mimpi kalian bisa (terwujud) seperti saya, Bambang Pamungkas, yang bisa membela timnas. Bisa jadi, suatu saat nanti rekan-rekan atau adik-adik yang lain yang akan membela timnas. Artinya, persiapkan sebaik mungkin.
Saat pertama kali saya bahwa meyakini sepak bola sebagai profesi, maka di sana saya berpikir, target utama saya adalah timnas. Artinya, di situlah target yang seperti saya katakan, target tertinggi pemain sepak bola di dunia mana pun adalah timnas. Terlepas dari apakah sampai, apakah tidak, ketika pemain diberi kesempatan bermain untuk timnas, dia akan mengambil kesempatan itu.
Itu yang saya tanamkan dari awal. Ketika saya memilih sepak bola sebagai profesi, saya harus merasa yakin bahwa sepak bola harus memberi sesuatu pada suatu saat nanti. Sepak bola bisa memberi saya kehidupan. Sepak bola bisa menjadi profesi yang pada akhirnya membuat saya bisa berkata pada orang, "Eei.. di Indonesia sepak bola layak untuk digeluti" dan itu saya buktikan hingga sekarang.
Ada satu hal lagi yang mungkin tidak banyak orang tahu. Saat saya masih sekolah, ada pertentangan antara saya dan orangtua saya. Jujur, ketika bersekolah, saya termasuk siswa yang berprestasi. Jadi orangtua saya berpikir, sepak bola bukan profesi, kenapa tidak meneruskan sekolah atau pegawai negeri. Artinya, saya cukup menonjol di bidang akademik, kenapa tidak mempersiapkan hal itu.
Tetapi, saya berpikir, passion saya di sepak bola. Oleh karena itu, ada tantangan bagi saya untuk membuktikan kepada orangtua saya bahwa pilihan saya tidak salah. Di situlah saya berpikir harus 100 persen menggeluti olahraga ini yang nanti saya bisa buktikan pada orangtua saya bahwa pilihan saya tidak salah. Dan sekarang saya bisa membuktikan itu, bahwa sepak bola bisa memberikan kehidupan bagi saya.
Anda dikenal sebagai satu dari sedikit pemain sepak bola yang punya intelektualitas, kecerdasan berpikir dan kemampuan mengartikulasikannya di atas rata-rata pemain. Bagaimana Anda mengisi kapasitas intelektualitas Anda?
Itu juga yang selalu saya sampaikan pada generasi pesepak bola kita. Bahwa, era sepak bola modern intelektualitas menentukan kesuksesan. Sekali lagi, intelektualitas menentukan kesuksesan seseorang. Dan intelektualitas itu bisa diisi di sekolah dan sedini mungkin.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanKunjungi kanal-kanal Sonora.id
Dapatkan informasi dan insight pilihan redaksi Kompas.com
Daftarkan EmailPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.