JAKARTA, KOMPAS.com - Menjadi pemain sepak bola profesional di negeri ini rupanya belum otomatis mendapat penghasilan yang menjamin masa depan. Penunggakan pembayaran gaji yang dilakukan sejumlah klub bahkan memaksa sebagian dari mereka untuk mencopot status pemain profesional menjadi pemain amatir.
Fakta inilah yang dialami hampir semua pemain Persis Solo. Setelah kompetisi bubar pada bulan Juni lalu, otomatis penghasilan mereka ikut berhenti. Lebih sial lagi, karena kondisi keuangan klub jeblok, pembayaran dua bulan gaji terakhir mereka jadi tertunggak. Bahkan, mereka tak dapat menolak ketika klub memutuskan adanya rasionalisasi gaji dengan pemotongan 50 persen gaji yang tertunggak itu.
Di tengah kesulitan dan ketidakpastian itu, para pemain Persis kemudian mencari inisiatifi sendiri untuk menutup kebutuhan hidupnya sehari-hari. Sebagian besar terpaksa "menjual diri" dengan bermain sepak bola antar kampung atau tarkam. Risiko cedera karena kondisi lapangan yang tidak layak atau bertanding tanpa aturan standar internasional sudah tidak dipedulikan lagi.
Mereka bahkan rela menjalani laga pertandingan antar kampung di luar kota Solo, seperti di Klaten, Salatiga bahkan sampai Jepara. Bagi mereka yang penting dapat penghasilan. Walau setiap sekali tampil mereka cuma dibayar Rp 250 ribu sampai Rp 300 ribu.
"Ya, daripada kita sama sekali gak punya uang, lebih baik begitu. Lumayan, seminggu kadang satu atau dua pertandingan. Kebutuhan hidup setiap bulan bisa tertutupi," kata Dian Rompi, penjaga gawang Persis Solo yang ditemui di mes tim Persis di Jalan Kebangkitan Nasional, Solo, Kamis (6/12/2012).
Bukan cuma pemain lokal, pemain asing Persis Solo juga ikut tarkaman, termasuk almarhum Diego Mendieta. Cuma karena statusnya pemain asing, bayaran Diego biasanya lebih besar antara Rp 500 ribu sampai Rp 750 ribu sekali tampil.
"Saat Diego meninggal, saya dan beberapa pemain sebenarnya sedang ikut tarkaman. Tapi, kami memutuskan tidak jadi main dan kembali ke Solo untuk melihat jenazah Diego," kata Dian lagi.
Penunggakan pembayaran gaji oleh pihak klub, bukan yang pertama kali. Tahun lalu, manajemen klub Persis juga menunggak pembayaran satu bulan gaji pemain dan pelatihnya. Minimnya anggaran yang dimiliki klub, memaksa pihak manajemen menjual aset. Bus yang dipakai untuk transportasi pemain akhirnya dijual untuk menambah anggaran pelunasan gaji pemain.
"Tugas saya sebelumnya adalah sopir bus antar jemput pemain. Karena busnya sudah dijual, peran saya sekarang berganti menjadi penjaga mes," kata Bambang Sentono yang ditemui di mes Persis.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.