Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Utang Budi Spanyol

Kompas.com - 05/07/2012, 10:32 WIB

Oleh: Anton Sanjoyo

KOMPAS.com - Spanyol mencetak sejarah menjadi satu-satunya negara yang mampu mempertahankan gelar juara sepak bola Eropa. Negeri yang dikaruniai ribuan atlet kelas dunia ini juga menjadi negara pertama yang merebut tiga gelar agung secara beruntun, Piala Eropa 2008, Piala Dunia 2010, dan Piala Eropa 2012. Sedikitnya ada empat pemain yang selalu menjadi starter dalam tiga rangkaian prestasi fenomenal ini. Mereka adalah Iker Casillas, Sergio Ramos, Xavi Hernandez, dan Andres Iniesta. Kepada para pahlawan inilah, barangkali, Spanyol berutang budi paling besar.

Hanya kepada merekakah Spanyol harus mengucapkan terima kasih? Tentu saja tidak, kepada seluruh tim, termasuk juru pijat yang pontang-panting setiap kali ada pemain mengeluhkan ototnya, Spanyol harus mengucapkan gracias. Juga kepada belasan ribu pendukung yang rela mengeluarkan uang ekstra untuk melakukan perjalanan ke Polandia dan Ukraina, utang budi Spanyol sangat besar. Sebab kita tahu, hari-hari ini, kehidupan ekonomi mereka tidaklah baik.

Namun, di luar semua itu, jangan pernah melupakan Luis Aragones. Orang tua yang suka bicara pedas, bahkan cenderung kasar, inilah yang membalikkan semua nasib sepak bola Spanyol dalam arena pergaulan elite Eropa. Di tangan Aragones yang cenderung ”kejam” pada kedisiplinan dan rasa persatuan ”bangsa Spanyol”, tidak ada lagi sekat politik dan sejarah pahit yang mengotak-ngotakkan Madrid, Catalan, dan Basque. Sentimen primordialisme inilah yang sebelum 2008 diyakini sebagai problem pokok yang membuat Spanyol bukanlah negara yang masuk kategori elite dalam pergaulan sepak bola Eropa.

Dalam racikan Aragones, pemain-pemain Real Madrid dan Barcelona, dua klub yang mewakili sejarah perseteruan panjang yang mengoyak persatuan Spanyol, bahu-membahu merebut gelar Eropa setelah puasa sejak 1968. Praktis, setelah kerja keras Aragones yang juga dikaruniai berkah melimpah bakat-bakat terbaik dalam tiga dekade terakhir, Vicente del Bosque tinggal meneruskan, memelihara dan menyempurnakan.

Dengan kondisi psikologis yang sangat baik, terutama lepas dari rasa second best di Eropa, pasukan Del Bosque menaklukkan dunia ketika tampil di Afrika Selatan 2010. Kesuksesan Spanyol menjadi negara Eropa pertama yang jadi juara dunia di luar benuanya sendiri tak lepas dari sikap Del Bosque yang tidak malu-malu mengadopsi gaya bermain klub Barcelona, gaya tiki-taka yang fenomenal. Meski lebih dikenal sebagai Madridista karena pernah membawa Real Madrid menjadi juara Liga Champions, Del Bosque secara terbuka mengungkapkan kekagumannya terhadap gaya Barcelona yang kala itu melambung di tangan Pep Guardiola. Del Bosque bahkan dalam satu kesempatan memakai tujuh pemain ”El Barca” dalam starting eleven-nya.

Gaya bermain cantik dengan umpan-umpan pendek dan cepat terutama di lini tengah yang diakhiri dengan umpan-umpan mematikan di wilayah kotak penalti lawan itu tak pernah berubah ketika Del Bosque membawa pasukannya ke Euro 2012. Del Bosque bahkan membuat formula fenomenal dengan tidak memakai striker murni yang kemudian dikenal dengan formasi 4-6-0.

Strategi Del Bosque semula mendapat banyak kritik karena produktivitas gol yang tidak menonjol. Beberapa kalangan malah menyebut gaya bermain tanpa ujung tombak murni—yang kemudian disindir dengan sebutan false nine—menjadi sangat membosankan karena meski selalu punya persentase penguasaan bola yang dominan, bola hanya berputar-putar di sektor tengah tanpa ada penyelesaian yang mematikan. Del Bosque merespons para pengkritiknya dengan memasang Fernando Torres dan Alvaro Negredo, tetapi hanya Torres yang mampu menjawab tantangan.

Kritik terhadap Del Bosque semakin kencang setelah pada laga semifinal melawan Portugal, strategi false nine tidak mampu menerobos pertahanan Pepe dan kawan-kawan. Lini tengah Spanyol juga tidak dominan di hadapan Cristiano Ronaldo dan Joao Moutinho yang justru lebih sering mengancam gawang Casillas. Meski Spanyol kemudian lolos ke babak final lewat adu tendangan penalti, keraguan terhadap ketajaman strategi Del Bosque tetap mengemuka.

Dalam kasus formasi tanpa striker murni, Del Bosque sekali lagi mengadopsi gaya Barcelona yang selama setengah musim 2011-2012 bermain tanpa ujung tombak David Villa. Tanpa pahlawan Spanyol di Piala Dunia 2010 itu, Barcelona bermain dengan formasi 4-6-0, dengan mengandalkan Lionel Messi sebagai penuntas serangan. Rancangan strategi Guardiola ditunjang oleh barisan gelandang kelas wahid, seperti Xavi, Iniesta, Alexis Sanchez, Pedro, Sergio Busquet, dan Cecs Fabregas.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com