ZURICH, SELASA -
Kampanye ini bukan yang pertama kali diserukan. Intinya, aturan ini bukan karena seseorang itu beragama Islam, tetapi karena ia memilih untuk berjilbab. Juru bicara FIFPro, Frederique Winia, mengatakan, aturan yang melarang seseorang mengenakan kerudung karena alasan agama adalah satu bentuk diskriminasi.
Pada pertemuan tahun 2007, FIFA mengeluarkan aturan yang melarang pemakaian jilbab karena alasan keselamatan. Namun, para pemimpin Islam dan pengurus olahraga mempertanyakan aturan ini. Maka, aturan ini akan kembali dibahas dan disahkan pada pertemuan FIFA di Inggris, 3 Maret 2012.
FIFPro didukung oleh Wakil Presiden Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) Pangeran Ali dari Jordania. Pangeran Ali akan datang pada pertemuan di Inggris dengan menunjukkan desain jilbab yang aman dan tidak mengganggu pergerakan pemain.
Sejak larangan itu, FIFA masih membolehkan para pemain beragama Islam untuk mengenakan topi. Namun, topi belum cukup karena tak bisa menutupi leher.
Ribut-ribut soal jilbab ini mengemuka ketika tim sepak bola putri Iran lolos kualifikasi Olimpiade London 2012, tahun lalu. Pasalnya, para pemainnya mengenakan jilbab.
Sebelumnya pada 29 Januari 2012 di Kuala Lumpur, Malaysia, AFC, mendesak badan penyusun aturan sepak bola di FIFA untuk menyetujui pemakaian kerudung ini. Ketua Harian AFC Zhang Jilong dalam pernyataannya menyebutkan, pertemuan Dewan FIFA, 3 Maret 2012, agar membuat keputusan yang menguntungkan semua pihak.
”Ini sangatlah penting bagi masa depan sepak bola putri di seluruh dunia. Jika jilbab dilarang, tim Iran tidak mau bermain di olimpiade,” kata Zhang.
Menurut Zhang, banyak pemain sepak bola putri di Asia mengenakan jilbab. Banyak model kerudung dengan desain bagus saat ini tersedia di toko.
”Saya sendiri sudah melihat desain baru dari Velcro, menutupi leher. Jika kait ditarik, jilbab langsung lepas. Pemain akan aman,” ujar Zhang.