SINGAPURA, KOMPAS.com — Larangan berjilbab buat para pemain sepak bola telah membuat olahraga ini menjadi tidak populer di kalangan perempuan negara-negara Islam.
Hal ini diungkapkan oleh Pangeran Ali bin Al-Hussein dari Jordania yang menjabat sebagai salah satu wakil ketua Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA). "Saya kira sangat penting membuat olahraga ini dapat dimainkan semua orang dan kita harus mengubah peraturan untuk memungkinkan hal itu," kata Ali.
Padahal, beberapa olahraga kontak fisik seperti taekwondo dan rugbi memungkinkan para atlet yang mengenakan jilbab untuk bertanding. Sementara larangan dalam sepak bola dikaitkan dengan masalah keselamatan si pemain itu sendiri.
Tahun lalu, tim sepak bola putri Iran gagal lolos dari kualifikasi ke Olimpiade London 2012 karena menolak untuk melepas jilbab sebelum pertandingan menghadapi Jordania. Iran kemudian dinyatakan kalah 0-3 karena menolak untuk bertanding.
Pangeran Ali berharap akan ada perubahan peraturan mengenai hal ini dalam pertemuannya dengan Dewan Asosiasi Sepak Bola Internasional (IFAB). Berdiri sejak 1886, IFAB merupakan badan pembuat peraturan sepak bola yang terdiri dari empat anggota FIFA dan empat anggota asosiasi sepak bola Inggris.
Pangeran Ali akan bertemu pihak IFAB di Inggris pada 3 Maret mendatang. Pangeran Ali akan mempresentasikan sebuah jilbab modifikasi desain Belanda yang akan menepis kekhawatiran mengenai faktor keselamatan pemain.
Larangan jilbab di lapangan sepak bola diberlakukan pada 2007 saat seorang pemain berusia 11 tahun, Asmahan Mansour, dilarang bermain oleh federasi sepak bola Quebec karena menolak untuk melepaskan jilbabnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.