JAKARTA, KOMPAS -
”Kami menyarankan PSSI memberi waktu pendek (misalnya sepekan) agar klub-klub itu meninggalkan ISL dan kembali ke PSSI. Apabila klub- klub itu tak patuh, mereka harus dijatuhi sanksi,” tegas FIFA.
Penegasan FIFA tertuang pada surat tertanggal 21 Desember 2011 yang ditandatangani Sekjen FIFA Jerome Valcke bersama
”Pemain yang bermain pada breakaway ISL tak boleh memperkuat tim nasional,” tegas
Ketua Asosiasi Pemain Profesional Indonesia (APPI), yang berinduk ke FIF-Pro, Ponaryo Astaman mengatakan, situasi ini—termasuk larangan bermain di timnas bagi pemain klub ISL—satu harga yang harus dibayar. ”Ini koreksi bagi penyelenggara kompetisi ISL, ada harga yang harus dibayar. Pemain tidak bisa perkuat timnas. Ini mengecewakan, tetapi itu konsekuensinya,” kata Ponaryo, kapten Sriwijaya FC, salah satu klub ISL. ”Pemain serba sulit. Jika harus hijrah ke IPL (Indonesian Premier League yang diakui PSSI), apa klub ISL mau melepas, apalagi mereka merasa benar.”
Liga Super Indonesia digulirkan PT Liga Indonesia, pengelola liga yang dibentuk PSSI era Nurdin Halid, dan diikuti 18 klub. Klub-klub bergabung ke ISL karena tidak puas atas berbagai kebijakan pengurus PSSI baru di bawah Djohar Arifin Husin.
Beberapa kalangan melihat surat tegas FIFA itu titik awal bagus untuk rekonsiliasi. Selain diungkapkan Ponaryo, hal itu dilontarkan Direktur PT Persib Bandung Bermartabat Muhammad Farhan, yang mengelola Persib Bandung, salah satu klub di ISL.
”Ini momentum sangat bagus untuk rekonsiliasi,” kata Farhan. ”Kami ingin kompetisi yang fair. Pendekatan PSSI seharusnya lebih persuasif dan lebih cerdas.”
Juru Bicara PSSI Eddi Elison mengatakan, PSSI menyambut terbuka upaya proses rekonsiliasi itu. ”Seperti telah dikemukakan Ketua Umum PSSI di televisi, PSSI dengan tangan terbuka menyambut rekonsiliasi atau apa pun namanya. Hanya dengan rekonsiliasi, kita bisa bangun sepak bola untuk meraih prestasi,” kata Eddi.