Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Living Harmony" dengan Tradisi Lisan

Kompas.com - 15/09/2011, 19:14 WIB

Oleh Desi Purnamawati

Indonesia memiliki keanekaragaman budaya, di setiap provinsi punya kekhasan masing-masing mulai dari etnis, bahasa, tarian, makanan, pakaian tradisional, kerajinan hingga tatanan kehidupan.

Begitu pula dengan Provinsi Sulawesi Tenggara yang terdiri dari empat etnis besar yang hidup berdampingan yaitu suku Buton, Muna, Tolaki dan Moronene serta suku-suku lainnya dari nusantara.

"Living harmony" atau hidup dalam harmoni sangat dibutuhkan dalam keragaman di Bumi Anoa, terlebih lagi dengan beberapa catatan kelam yang terjadi di Sultra.

Universitas Haluoleo (Unhalu) yang menjadi kebanggaan masyarakat Kendari khususnya dan Sulawesi Tenggara umumnya memiliki catatan "hitam" yang mencoreng citra dunia pendidikan.

Berbagai konflik yang muncul pada masa terakhir ini, khususnya yang terjadi di kampus Unhalu, dipicu oleh kekuatan hegemoni tertentu dan faktor sosial politik.

Situasi tersebut telah menjadi isu nasional yang mengkhawatirkan karena sampai saat ini  belum ditemukan pemecahan masalah yang bersifat strategis dan melegakan berbagai pihak yang berkenaan.

Kasus terbaru tewasnya dua mahasiswa Unhalu pada Kamis 8 September 2011 menambah panjang catatan kelam peradaban di Unhalu yang sudah terjadi sejak sekitar 1995.

Kerusuhan tersebut telah mengakibatkan ternodanya bingkai keragaman dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara.

Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam bahkan menolak jika dikatakan peristiwa yang terjadi di seputaran kampus Unhalu sebagai perang suku.

"Peristiwa itu murni kriminal yang kebetulan korbannya adalah adalah mahasiswa Unhalu," kata Nur Alam.

Rektor Unhalu, Usman Rianse juga menegaskan bahwa peristiwa tersebut bukan perang suku tapi perang topeng karena pelakunya adalah orang yang mengenakan topeng sehingga tidak jelas dari suku mana.

Bentuk karakter 

Tradisi lisan adalah pesan atau kesaksian yang disampaikan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Pesan atau kesaksian itu disampaikan melalui ucapan, pidato, nyanyian, dan dapat berbentuk pantun, cerita rakyat, nasihat, balada, atau lagu.

Tradisi lisan menjadi bagian dari warisan budaya bangsa yang ditetapkan dalam Konvensi UNESCO tertanggal 17 September 2003.

Tradisi lisan terbukti juga, selain merupakan identitas komunitas dan salah satu sumber penting dalam pembentukan karakter bangsa, tradisi lisan adalah  pintu masuk untuk memahami permasalahan masyarakat pemilik tradisi yang bersangkutan.

Untuk itulah, Asosiasi  Tradisi Lisan bekerja sama dengan Unhalu dan UNESCO menyelenggarakan Workshop internasional Celebriting Diversity untuk membahas berbagai tradisi lisan dalam mengungkap permasalahan utama di Sulawesi Tenggara yang berkaitan dengan potensi konflik antar etnis.

Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal mengatakan, tradisi lisan berperan penting untuk membangun karakter bangsa sebab nilai-nilai moral sudah ada dalam tradisi lisan.

"Kita selama ini bingung untuk mencari konsep apa untuk membangun karakter bangsa, padahal sudah ada di dalam tradisi lisan," kata Fasli Jalal.

Fasli Jalal mengatakan, saat ini Kementerian Pendidikan tengah gencar mengembangkan pendidikan karakter.

Salah satunya melalui tradisi lisan, karena itu untuk membangun karakter bangsa tradis lisan memegang peranan penting.

Dikatakan Fasli, Indonesia kaya akan pluralisme, memiliki beragam budaya yang menjadi tempat dominan sebagai contoh untuk keharmonisan.

"Kadang-kadang kita lupa Indonesia adalah gudangnya pluralisme yang dapat menjadi guru bagi negara lain untuk sebuah keharmonisan," katanya.

Ketua harian Komisi nasional Indonesia untuk UNESCO, Arief Rahman mengatakan, ada tantangan di abad 21 yang harus diperhatikan yaitu suatu ketegangan antara masyarakat tradisi dengan masyarakat modern.

"Kita perlu mempunyai beberapa dasar yaitu partisipasi sosial, menjadi masyarakat yang baik, menghormati budaya yang lain. Saya ingin memberi solusi yaitu pendidikan sebagai salah satunya," kata Arief.

Menurutnya, nomor satu adalah pendidikan personal dari keluarga dan pendidikan di luar.

Terkait keragaman budaya, Arief mengatakan Indonesia memiliki 583 bahasa dan ribuan bahasa daerah lainnya sehingga Indonesia bisa dijadikan sebagai laboratorium budaya.

Hidup dalam keragaman budaya diharapkan tidak menjadikan Indonesia terpecah belah tapi semakin mempererat persatuan dalam "living harmony".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com