Jakarta, Kompas
Marco Gracia Paulo, Ketua
Marco mengatakan, selama ini berbagai sekolah sepak bola (SSB) hingga perusahaan swasta mengadakan pertandingan sepak bola secara sporadis. Sebagian terbesar bukan berbentuk liga, pertandingan berkala, dan terus-menerus selama beberapa pekan.
”Sebenarnya cukup ramai kegiatan sepak bola di Jakarta atau di daerah. Mungkin hampir setiap bulan ada. Di Jakarta, hampir setiap pekan ada kegiatan. Hal seperti ini yang perlu diarahkan,” tutur Marco.
Namun, menurut Taufik, seluruh kegiatan itu tidak mengerucut kepada pola pembinaan terarah. Hal ini dibuktikan dengan prestasi sepak bola Indonesia yang masih jauh tertinggal dibandingkan dengan negara di kawasan Asia Tenggara.
”Skema pembinaan sepak bola usia dini di Indonesia sampai
Tidak terorganisasinya pola pembinaan di pusat, menurut Taufik, tentu berimbas pada pembinaan di daerah. Akibatnya, tidak banyak pemain sepak bola dengan kemampuan yang mumpuni bisa muncul di tim nasional. ”Ini yang harus segera diubah bila ingin Indonesia berprestasi di tingkat kawasan dan internasional,” kata Taufik.
Pembina SSB Putra Agung, Jakarta Selatan, Chairuddin, seusai babak final turnamen sepak bola usia dini Putra Agung di lapangan Asrama Batalyon Zeni Konstruksi 14 SWC, Jagakarsa, Jakarta Selatan, mengatakan, pihaknya sama sekali belum pernah berkomunikasi dengan Badan Pengembangan dan Pembinaan Usia Muda (BPPUM) PSSI, badan yang dibentuk untuk mengurusi masalah pembinaan pemain usia muda di Indonesia.
Menurut Marco dan Taufik, sumbatan komunikasi antara BPPUM PSSI dan manajemen SSB harus dibuka sejak dini.
”Tanpa program kepelatihan dan kompetisi berjenjang yang mumpuni, jangan harap ada bibit pemain bagus yang muncul,” kata Taufik.