JAKARTA, KOMPAS -
Hal tersebut dikatakan Agum dalam jumpa pers di kantor PSSI, Jakarta, Senin (23/5). ”Di dalam laporan itu, kami juga akan menyampaikan saran dan harapan agar Indonesia tidak diberi sanksi,” ujar Agum. ”Laporan itu saya bawa sendiri ke Zurich. Semoga Presiden FIFA bisa menerima saya, seperempat atau setengah jam. Semoga tidak diberi sanksi. Jika tak terhindarkan, semoga sanksi tidak terlalu berat.”
Sebelum Kongres PSSI, FIFA telah menunjuk Agum, Joko Driyono, dan Dityo Pramono (yang lalu dibatalkan karena dipecat dari KN) untuk mewakili PSSI dalam Kongres FIFA, 31 Mei-1 Juni. Agum menyebutkan, ia bertolak ke Zurich bersama Joko, beserta wakil KONI dan Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Gagalnya Kongres PSSI akan dibahas dalam sidang Komite Eksekutif FIFA di Zurich, 30 Mei. Laporan terkait kongres itu juga akan dibuat utusan FIFA, Thierry Regenass dan Frank van Hattum. Versi laporan lain telah dikirim Gerakan Reformasi Sepak Bola Nasional Indonesia, wadah Kelompok 78, ke FIFA.
Dalam jumpa pers kemarin, Agum menjelaskan soal kisruhnya kongres yang akhirnya ditutup tanpa hasil. Ia menuturkan, saat peserta tidak terkendali karena interupsi yang terus-menerus, Regenass membisikinya dengan mengatakan, ”Kondisi ini tidak mungkin diteruskan.”
Agum, seperti dikatakannya, mencoba bertahan. Ketika salah satu peserta kongres akan mengeluarkan mosi tak percaya kepada KN, Regenass akan keluar. ”Mosi tak percaya itu menyinggung FIFA karena KN dibentuk FIFA,” ujar Agum, yang esok harinya menemui utusan FIFA itu untuk meminta maaf.
Di tempat terpisah, Arifin Panigoro saat ditemui wartawan di Jakarta menjelaskan, dirinya sebenarnya menginginkan masalah persepakbolaan ini segera selesai. Namun, agenda perubahan yang diusung dari awal ternyata tidak mudah karena berbenturan dengan berbagai kepentingan.
”Kepentingannya banyak. Ada
Menurut Arifin, di Inggris dan Australia, butuh 3-4 tahun untuk membenahi sepak bola.(ANG/SAM)